"Dasar, kau ini bebal", ucap Sugiono ketika sedang berhadap-hadapan dengan chat wa nya. Entah siapa yang sedang ia chat. Ia kelihatan sangat kesal, nampak dari kerut wajahnya.
"Bebal" ini, seringkali disematkan oleh mereka yang ingin menunjuk subjek, yang kurang lues akan suatu hal. Bisa juga di sinonimkan dengan beku, atau jumud. Lawan kata dari cair dan lentur.
Kebebalan pada diri seseorang, titik penilaiannya bisa sangat subjektif. Namun, bisa pula objektif, dalam artian menurut mayoritas.
Orang-orang bebal biasanya eksklusif, menutup diri untuk memperpanjang pembahasan. Mungkin, obrolan yang diperpanjang, bagi ia adalah suatu malapetaka. Dimana disitu, terdapat kemungkinan akan di patahkan ke-eksklusifan si bebal itu.
Pada sisi lainnya, si bebal ini juga memiliki probabilitas yang sama untuk memberi predikat bebal pula, pada orang yang menilai bahwa ia bebal.
Maka sederhanya, masing-masing kita, akan menuai sisi kontra maupun pro, pada labelling yang dimunculkan. Baik itu dari pihak sana, maupun pihak sini.
Syahdan, ruang limitasi itu juga nampak nyata adanya, pada tiap-tiap frekuensi interkasi. Bisa itu bagian dari yang berniat di pengaruhi, atau yang mempengaruhi.
Harapannya tentu, tidak ada perkembangbiakan "bebal", di persada jiwa kita.
***Solo, 5 Februari 2020.
Comments
Post a Comment