Jika "ruang" kita maknai sebagai jeda, maka disana terdapat hal yang berkelindan dengannya, ialah waktu. Pada tiap jeda tersebut, selalu ada dua atau bahkan lebih probability. Bisa baik, bisa pula buruk, menyesuaikan norma apa yang akan dipakai.
Setiap manusia yang hidup, masing-masing berjalan pada "ruang sepi" nya sendiri-sendiri. Kita bisa menyebutnya, sebagai jalan sunyi.
Ruang sepi itu, tidak memandang personalitas, apalagi identitas. Ruang sepi menuntut subjek utama, sebagai pemrakarsa, sekaligus pelaksana atas prakarsa tersebut. Mau di bawa kemana arah langkah, semua bergantung subjek utama itu.
Keterbatasan rasa dan rasio, berakibat langsung terhadap gerak fisiknya. Subjek utama, bebas memilih apa dan bagaimana ia akan berekspresi.
Bagi subjek yang bebal, ia akan menutup diri dari jeda dialog. Maka beruntung, bagi mereka yang memberikan liberty, bagi subjek "lainnya", untuk sama-sama sinau bareng.
***Solo, 11 Februari 2020.
Setiap manusia yang hidup, masing-masing berjalan pada "ruang sepi" nya sendiri-sendiri. Kita bisa menyebutnya, sebagai jalan sunyi.
Ruang sepi itu, tidak memandang personalitas, apalagi identitas. Ruang sepi menuntut subjek utama, sebagai pemrakarsa, sekaligus pelaksana atas prakarsa tersebut. Mau di bawa kemana arah langkah, semua bergantung subjek utama itu.
Keterbatasan rasa dan rasio, berakibat langsung terhadap gerak fisiknya. Subjek utama, bebas memilih apa dan bagaimana ia akan berekspresi.
Bagi subjek yang bebal, ia akan menutup diri dari jeda dialog. Maka beruntung, bagi mereka yang memberikan liberty, bagi subjek "lainnya", untuk sama-sama sinau bareng.
***Solo, 11 Februari 2020.
Comments
Post a Comment