Bila pada akhirnya sebuah organisasi "besar", yang didalamnya di isi oleh manusia "besar", memilih untuk bersitegang, bisa jadi mereka sedang mempertontonkan pertunjukan "besar" juga.
Ketegangan nyatanya bukan hanya niscaya, tapi terkadang memang perlu. Niscaya adanya, karena ada perlunya. Terkadang perlu, sebab ia berkelindan dengan keperluan.
Cara kerja keilmuan pun, begitu. Misalnya ketegangan yang terjadi, antara psikologi dan sosiologi. Ketegangan diantara keduanya, kemudian melahirkan sintesa berupa psikologi sosial.
Keniscayaan dan keperluan, keduanya sangat rentan akan terjadinya disonansi. Akan tetapi, fitrah manusia yang lebih suka dan bisa untuk ber-harmoni, menjadi modalitas ontologis menuju resonan yang berkeadaban.
Maka, kesadaran akan ruang limitasi, memungkinkan subjek peradaban untuk masing-masing membagi "kelamin" perannya.
***Solo, 12 Februari 2020.
Comments
Post a Comment