Beberapa manusia, memilih untuk menyembunyikan identitasnya. Sebagian yang lain, amat menonjolkannya. Sisi lainnya, tidak ber-identitas "mainstream".
Diantara tiga arus besar interest manusia diatas, masing-masing memiliki muatan "ideologis".
Identitas yang dipegang oleh manusia, erat sekali dengan simbolitasnya. Ketika simbol itu muncul, automaticly dengan aspek yang melingkarinya. Dari falsafah, sampai semboyannya.
Dalam kesejarahannya, identitas itu semacam "perahu" yang mampu mengantarkan "nahkoda"nya.
Bagi manusia yang cukup "dewasa", perahu identitas itu pasti akan dilepaskan setelah "pulau" society yang di tuju telah sampai.
Bagi manusia yang belum cukup "dewasa", perahu identitasnya nampak kesulitan untuk dilepaskan. Jadi, ia pasti akan merepotkan penduduk pulau society yang ia labuhi. Tak terkecuali juga, hal tersebut akan merepoti dirinya sendiri.
Antara dewasa atau yang belum, akan selalu ada ruang limitasi yang membilur didalamnya. Maka, skema yang paling memungkinkan untuk menuju harmoni semesta, adalah menanggalkan kekakuan identitas secara berkala, tanpa tercerabut dari akar budayanya.
Ketika sudah sedemikian dialektis-integratifnya kedewasaan identitas, maka yang tertinggal pasti keluhuran personalitas. Dengan catatan, semua harus sepakat untuk "tandang-tandhing", dengan yang disonan.
***Yogyakarta, 17 Februari 2020.
Comments
Post a Comment