Skip to main content

Ruang Limitasi (13)

Sebegitu mengerikannya waktu, hingga tiap-tiap kita kerap luput dari "yang seharusnya". Tidak berlebihan, jika makna yang senyatanya, akan bias dengan sendirinya, ketika masing-masing dari kita hanya berpangku tangan. 

Bukankah, hidup adalah perjuangan tiada akhir, sampai ke titik nadir?

Dalam soal-soal tertentu, kesengajaan untuk luput memang perlu. Namun, apakah pertimbangan akan waktu yang terus berjalan, sudah dipikirkan dengan baik?

Wajarlah, jika pada saat-saat tertentu, ada "irama" yang berjalan tidak sesuai nadanya. Tetapi perlu disadari pula, bahwa akan selalu ada ruang dam waktu untuk membenahinya. Tentu, ini tidak hanya yang direncanakan saja, akan tetapi bisa diluar dari kata rencana itu sendiri.

Sudah semestinya, pada jiwa dan raga kita masing-masing, tertanam kesadaran, akan limitasi ruang. Karena tanpa ini, potensialitas kecongkakan semakin meradang.

***Solo, 11 Februari 2020.

Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-