Skip to main content

Kuda-Kuda Psikologis


Terlempar keluar gelanggang pertarungan. Lemparan itu, sampai meriuhkan jutaan pasang mata. Uniknya pemirsa yang duduk di tribun, tidak menyorakinya. Mereka hanya bergumam dalam hatinya masing-masing, "kenapa bisa sampai begitu ya?".

Tragedi telah terjadi, peristiwa telah menggoreskan sejarahnya. Tentu tidak ada yang perlu kemudian di kambing hitamkan. Sebab, semua kambing sudahlah hitam. Walau masih ada yang samar-samar.

Orang bijak memang benar, kalau-kalau pohon yang tinggi akan lebih besar tekanan anginnya, ketimbang pohon yang pendek. Itulah realita kita, yang menghinggapi seluruh pelosok penghuni. Sebuah gambaran yang terhampar.

Namun, nyatanya tidak semua hal itu vis a vis. Aple to aple, hanya dimiliki oleh apel barangkali. Nasib adalah kesunyian yang paling sunyi. Tidak mampu di terka, apalagi di duga. Sulit di teropong, apalagi di ramal.

Term "dari arah yang tak di sangka-sangka", bukan hanya nyata, namun sudah menjadi fakta. Bukan hanya berulang, tetapi sudah terpola.

Memilih untuk men-setia-i proses adalah mudah. Soal menjalankannya yang butuh energi ekstra. Apalagi kalau step yang telah kita naiki, mencapai titik yang cukup kencang anginnya.

Segala macam dan jenis goyangan, akan muncul. Segala macam dan jenis terkaman, akan menerkam. Segala macam dan jenis, tekanan akan menekan. Disitulah jiwa yang survive akan lebih mampu berbicara banyak.

Atas nama semua problema, hempasan, terkaman, hamparan, tekanan, dan yabg se-kelamin dengan itu, maka perlulah untuk kita mengambil jarak dan jeda. Agar supaya, kita mampu menangkap kuda-kuda psikologis yang paling tepat.

Kuda-kuda psikologis yang "radikal", akan sangat sulit tercerabut dari realitas. Dan, tidak akan dengan mudah, untuk terkelupas dari yang kita sebut sebagai idealitas.

Kuda-kuda psikologis, merupakan akumulasi dari proses-proses yang alamiah maupun proses-proses yang sistemik. Ia akan terlatih dengan baik, hanya bila mendapat badai ujian yang sampai menyesakkan dada.

Mari kita pergi dan beralih, menuju kawah candradimuka alam bebas. Disanalah, akan kita sama-sama temukan, formula dan metoda yang terbijak, bagi diri dan semua.

Alam bebas itu, adalah diri kita yang sejati. Alam bebas itu, adalah interaksi aktif-reaktif, sekaligus reflektif, yang telah tersedia dalam fitrah kita sebagai manusia yang Tuhan, inni ja'ilun fil ardhi kholifah.

Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 4 November 2019.

Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-