Terlempar keluar gelanggang pertarungan. Lemparan itu, sampai meriuhkan jutaan pasang mata. Uniknya pemirsa yang duduk di tribun, tidak menyorakinya. Mereka hanya bergumam dalam hatinya masing-masing, "kenapa bisa sampai begitu ya?".
Tragedi telah terjadi, peristiwa telah menggoreskan sejarahnya. Tentu tidak ada yang perlu kemudian di kambing hitamkan. Sebab, semua kambing sudahlah hitam. Walau masih ada yang samar-samar.
Orang bijak memang benar, kalau-kalau pohon yang tinggi akan lebih besar tekanan anginnya, ketimbang pohon yang pendek. Itulah realita kita, yang menghinggapi seluruh pelosok penghuni. Sebuah gambaran yang terhampar.
Namun, nyatanya tidak semua hal itu vis a vis. Aple to aple, hanya dimiliki oleh apel barangkali. Nasib adalah kesunyian yang paling sunyi. Tidak mampu di terka, apalagi di duga. Sulit di teropong, apalagi di ramal.
Term "dari arah yang tak di sangka-sangka", bukan hanya nyata, namun sudah menjadi fakta. Bukan hanya berulang, tetapi sudah terpola.
Memilih untuk men-setia-i proses adalah mudah. Soal menjalankannya yang butuh energi ekstra. Apalagi kalau step yang telah kita naiki, mencapai titik yang cukup kencang anginnya.
Segala macam dan jenis goyangan, akan muncul. Segala macam dan jenis terkaman, akan menerkam. Segala macam dan jenis, tekanan akan menekan. Disitulah jiwa yang survive akan lebih mampu berbicara banyak.
Atas nama semua problema, hempasan, terkaman, hamparan, tekanan, dan yabg se-kelamin dengan itu, maka perlulah untuk kita mengambil jarak dan jeda. Agar supaya, kita mampu menangkap kuda-kuda psikologis yang paling tepat.
Kuda-kuda psikologis yang "radikal", akan sangat sulit tercerabut dari realitas. Dan, tidak akan dengan mudah, untuk terkelupas dari yang kita sebut sebagai idealitas.
Kuda-kuda psikologis, merupakan akumulasi dari proses-proses yang alamiah maupun proses-proses yang sistemik. Ia akan terlatih dengan baik, hanya bila mendapat badai ujian yang sampai menyesakkan dada.
Mari kita pergi dan beralih, menuju kawah candradimuka alam bebas. Disanalah, akan kita sama-sama temukan, formula dan metoda yang terbijak, bagi diri dan semua.
Alam bebas itu, adalah diri kita yang sejati. Alam bebas itu, adalah interaksi aktif-reaktif, sekaligus reflektif, yang telah tersedia dalam fitrah kita sebagai manusia yang Tuhan, inni ja'ilun fil ardhi kholifah.
Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 4 November 2019.
Comments
Post a Comment