Skip to main content

Manusia yang Manusia (2)

Setelah kita paparkan secara singkat dan sederhana, mengenai "manusia yang manusia (1)", maka sekarang kita paparkan selanjutnya, mengenai "manusia yang manusia (2).

Ada begitu banyak penggalan-penggalan kisah, yang larut dalam satu persatu tarikan nafas. Penggalan kisah itu, tidak murni hadir dengan sendirinya, namun silih-berganti dan naik-turun ke permukaan pikiran dan perasaan.

Sejatinya, setiap kita memang memiliki taqdir dalam kesunyiannya masing-masing. Spesifikasi setiap kita sangatlah unik, walaupun ada kesamaan dalam lingkup bidangnya.

Spesifikasi yang unik tersebut, memberi pesan yang mendalam, ialah kesadaran hablumminannas. Mencintai sesama manusia, adalah instruksi alam bawah sadar manusia itu sendiri.

Akan sangat tidak nyaman, apabila manusia itu membenci (lawan dari mencintai), sesamanya.

Ketidaknyamanan yang disebabkan oleh benci, akan mencipta benci berikutnya. Sedang benci, akan memproduksi tingkah yang destruktif.

Hal tersebut, sangat berkebalikan dengan nyaman, yang tercipta dari cinta-mencintai. Sedang cinta, akan menghadirkan tingkah yang konstruktif.

Cinta dan benci, kerap berjalan bergandengan seiring-sejalan. Dua hal yang ber-lawanan, namun terkadang juga ber-kawanan. Dalam artian, melekat terus menerus pada dalam diri dan luar diri. Pada individu dengan individu, maupun individu dengan masyarakat.

Membiasakan diri dengan "yang ber-lawanan dan ber-kawanan" tersebut, adalah perjuangan. Pendeknya, berjuang untuk tidak membenci, sekalipun hal tersebut amatlah menggores dan menusuk jantung batin. Serta berjuang, untuk kemudian mencintai, walaupun kerap dilukai berkali-kali.

Modalitas untuk mampu competence, dalam menghadirkan pembiasaan diatas, adalah dengan "menyadari bahwa kita, masing-masing hanyalah memiliki hak kelola".

Sadar akan hak kelola, merupakan penggalan modalitas, untuk menjadi manusia yang manusia.

Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 14 November 2019.

Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-