Terdapat range waktu yang cukup menyita perhatian, adalah semacam kegenitanmu yang menggairahkan. Diamu itu keindahan senja, sedang senyumu adalah candu. Apalagi sapaanmu, itu seperti nada-nada kemesraan yang menghanyutkan.
Barangkali, bunga ditepian jalanan itu, akan kuncup dan sekejap layu, oleh karena parasmu yang menggertak estetis. Mungkin pula, angin yang membelai dedauan seketika berhenti meliuk-liuk, oleh sebab anggunmu yang mempesona.
Dan, seolah-olah angin di Surakarta lambat-laun berhenti sejenak, untuk menatap dalam senyap, pesona lukisan Tuhan, yang tergambar di wajah manjamu.
Sampai-sampai, nalar yang semula sehat, tiba-tiba lumpuh dan terkapar kaku, oleh tatapan matamu yang bak berlian jatuh.
Layaknya hujan yang membasahi tetumbuhan taman surga. Layaknya pula, pejam yang imajinatif-reflektif, membawa lamunan pada permenungan mendalam.
Pipimu kemerahan, sekilas mawar yang jatuh berguguran. Dan, tentunya aku rela memungut satu persatu kelopaknya.
Alunan musik disco, menjadi stimulan pesta paling bahagia, terlebih dalam dada yang sesak oleh derita.
Oh..
Angin di Surakarta, jelas dan gamblang, sangat amat mencemburui setiap hembus nafasnya.
Dan sialnya, yang paling aku tunggu adalah, pertemuan denganmu. Karena tempat paling nyaman di Bumi ini adalah "aku dan kamu berhadapan".
Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 8 November 2019.
Comments
Post a Comment