Skip to main content

Eksplanasi Meta Makna: 107 Muhammadiyah.


Pengetahuan sains, memiliki komponen "apa", "bagaimana", dan "untuk apa". Komponen tersebut, tergabung dalam philosophy ontologis-epistemologis-aksiologis.

Untuk sampai pada pemaparan mengenai "apa", "bagaimana", dan "untuk apa", kita harus memasukkan fenomena. Misalnya fenomena yang paling populis di jagat raya, adalah makna hidup.

Kenapa makna hidup? 
Sederhana saja, karena setiap manusia itu hidup. Ketika manusia hidup, maka dengan alamiah, ia akan mencari makna hidup. Jadi, makna hidup adalah "apa", dalam fenomena diatas. Taruhlah disini, bahwa makna hidup adalah mampu bermanfaat seluas-luasnya. 

Sekarang, kita lanjut dalam term "bagaimana". Maka, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana makna hidup itu? Bagaimana mencarinya? Jadi, "bagaimana mencari", kemudian menjadi bagaimana mampu bermanfaat seluas-luasnya. Katakanlah disini, bahwa mampu bermanfaat seluas-luasnya, dengan menjadikan diri kita memiliki sikap inklusif dalam setiap hal. Dalam artian, menjadikan kebaikan sebagai indikatornya, bukan kekayaan, keturunan, maupun kepintaran.

Selanjutnya, kita masuk dalam komponen "untuk apa". Maka, pertanyaannya ialah, untuk apa menjadi mampu bermanfaat seluas-luasnya? Jawabnya, bisa beragam. Namun, jawaban yang paling universal adalah, agar bisa mencapai kebahagiaan. Dalam Islam, tentulah kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Setelah kita mampu menjawab satu persatu pertanyaan "apa", "bagaimana", dan "untuk apa". Kini saatnya, kita memasuki gerbang "meta makna".

Kata "meta", berangkat dari bahasa Greece, artinya melampaui atau melebihi. Ketika disandingkan dan diteruskan menjadi meta makna, maka sederhanya berarti "melebihi atau melampaui makna".

Sedang kata makna, adalah "arti". Kata "arti" itu, masih genuine. Ketika ditambahkan imbuhan "ber" maka menjadi, berarti.

Diatas, kita sudah memberi salah satu fenomena "kemampuan bermanfaat".  Pertanyaannya, meta-makna apa yang terkandung dalam kemampuan bermanfaat itu? Atau melampaui arti apa yang terkandung dalam kemampuan bermanfaat itu?

Jawabannya adalah, meta-makna lagi. Dalam artian, sesuatu yang melampaui, serta terkandung dibalik kemampuan bermanfaat itu, ialah kebahagiaan. Sedang, kebahagiaan itu pun meta-makna, dalam arti masih terdapat yang "melampaui" lagi setelahnya, dan seterusnya, sampai tidak ada lagi kemampuan, atau setidaknya belum.

Itulah sepercik bahasan tentang meta-makna. Tentulah, kita tidak kemudian dapat menelan mentah-mentah apa yang sudah ter-ekplanasi, dalam presentasi diatas. Akan tetapi, seminimal-minimalnya, kita sudah memiliki bekal untuk "tidak berhenti pada apa yang rasional, empiris, maupun positivis an sich. Sebab, itu berbahaya, kalau digunakan tidak pada tempatnya.

Pertanyaan terakhir dalam narasi ini, adalah meta-makna apa, bagaimana, dan untuk apa 107 Muhammadiyah? 

Tema yang terkonstruk oleh Pimpinan Pusat, dalam milad kali ini adalah "mencerdaskan kehidupan bangsa". 

Sudah diakui oleh dunia, bahwa sudut pendidikan Muhammadiyah, tak lagi diragukan. Namun tentunya, evaluasi dan inovasi diberbagai sisi harus terus dilanjutkan.

Salah satu evaluasinya adalah tentang substansi pendidikan itu sendiri. Yang jelas berkelindan dengan term "mencerdaskan".

Agaknya, secara umum pendidikan masih saja dikatakan sama, dengan sekolah. Padahal, esensi pendidikan adalah belajar.

Sudahkah pendidikan kita (Indonesia), sudah mengena pada substansinya, yaitu belajar? 

Apakah lembaga pendidikan Muhammadiyah, sudah mampu ber-impact dan ber-output manusia belajar?

Lalu, bagaimana dengan nasib guru-guru di lembaga pendidikan Muhammadiyah?

Terus, dalam sudut ekonomi, politik, sosial-budaya, hukum, dlsb., apakah Muhammadiyah sudah mampu menjadi "penentu"? atau sekadar menjadi "pembantu"?

Kalau sudah begitu, lalu meta-makna "apa", "bagaimana", "untuk apa", kita?

Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 18 November 2019.





Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-