Tepat setelah gerimis mengguyur seluruh dedaunan, kau masih menjadi satu dari sekian banyak perhatian.
Senandung lagu cinta, menjadi titik paling rhapsody. Engkau tau, aku selalu memujamu. Dalam gelap gulitanya, denting sang waktu.
Romantic tone. Adalah nada dan suara, yang terpadu dalam simphony cinta.
Pertemuan denganmu malam itu, tentu masih menjadi memori termanisku. Waktu itu, engkau memintaku untuk menuliskan sajak cinta untukmu. Dan aku, tentu menyanggupi kehendakmu itu.
Namun, tepat sesaat setelah aku kirimkan sajak cinta itu, kau memberi sinyal yang teramat pahit untukku telan. Yaitu, tentang pilihan hatimu.
Engkau memilihnya, dengan alasan ketepatan waktu. Katamu, diriku terlambat. Katamu juga, diriku lebih tepat jika harus tidak memilikimu seutuhnya.
Kala itu, pena dan tinta menjadi saksi, betapa rhapsody yang aku bangun, runtuh seketika.
Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 20 November 2019.
Comments
Post a Comment