Masih adakah angin di Surakarta?
Masih adakah, secercah rasa yang dulu pernah singgah?
Masih adakah, rindu yang kita kecap bersama di kala gelap menyapa?
Disini, ditempat yang pernah kita singgahi. Kau pernah berkeluh kesah, tentang hidup yang begitu semerbak pedih. Dan, disana, pada saat yang sama, pundakku pernah kau sandari, sebagai pelipur duka.
Namun kini, kau pergi. Meninggalkan tetes hujan yang sama-sama pernah kita nikmati. Membersamai masa indah, yang dulu sangat kita cintai. Sedang disini, aku hanya berteman segelas kopi, bersama kenangmu, yang memahit sedikit demi sedikit.
Apa iya, aku adalah orang yang sudah terlampau dalam mencinta. Apakah iya, aku adalah harap, yang hanya kau balas dengan kalimat "aku memilihnya karena orang tua?"
Begitu mudahnya.
Begitu mudahnya engkau pergi, dengan kenangan termanis yang pernah kita jalani. Meninggalkan luka, menyayat palung batinku, meresap pedih, meneteskan air mata, menyesakkan dada.
Memang tidak mudah melupakanmu begitu saja, sebab ukiran makna terlampau dalam tersemat dalam dada. Apalagi, senyummu yang merekah, membuat sekujur tubuh melemah resah. Manandai rindu, yang cemas akan pertemuan ulang.
Mungkin, ini adalah pertemuan yang berujung perpisahan. Temu yang kutunggu, pisah yang berdarah-darah.
Sementara ini memang, hal yang paling sulit dalam hidupku adalah, kembali menapak dan beranjak, dari patahnya sayap, yang engkau patahkan secara sepihak.
Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 17 November 2019.
Comments
Post a Comment