Skip to main content

Apa Ada Angin di Surakarta (26)

Masih adakah angin di Surakarta?
Masih adakah, secercah rasa yang dulu pernah singgah?
Masih adakah, rindu yang kita kecap bersama di kala gelap menyapa?

Disini, ditempat yang pernah kita singgahi.   Kau pernah berkeluh kesah, tentang hidup yang begitu semerbak pedih. Dan, disana, pada saat yang sama, pundakku pernah kau sandari, sebagai pelipur duka.

Namun kini, kau pergi. Meninggalkan tetes hujan yang sama-sama pernah kita nikmati. Membersamai masa indah, yang dulu sangat kita cintai. Sedang disini, aku hanya berteman segelas kopi, bersama kenangmu, yang memahit sedikit demi sedikit.

Apa iya, aku adalah orang yang sudah terlampau dalam mencinta. Apakah iya, aku adalah harap, yang hanya kau balas dengan kalimat "aku memilihnya karena orang tua?"

Begitu mudahnya.
Begitu mudahnya engkau pergi, dengan kenangan termanis yang pernah kita jalani. Meninggalkan luka, menyayat palung batinku, meresap pedih, meneteskan air mata, menyesakkan dada.

Memang tidak mudah melupakanmu begitu saja, sebab ukiran makna terlampau dalam tersemat dalam dada. Apalagi, senyummu yang merekah, membuat sekujur tubuh melemah resah. Manandai rindu, yang cemas akan pertemuan ulang.

Mungkin, ini adalah pertemuan yang berujung perpisahan. Temu yang kutunggu, pisah yang berdarah-darah.

Sementara ini memang, hal yang paling sulit dalam hidupku adalah, kembali menapak dan beranjak, dari patahnya sayap, yang engkau patahkan secara sepihak.

Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 17 November 2019.

Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-