Berjibun titik-titik jiwa, berkumpul dalam satu sudut paling menderita. Kali ini wajahmu, yang masih menyimpan sejuta tanya. Semacam menutup mata dan telinga, dari rentannya angin di Surakarta.
Ketidakberdayaan batin, akan goresan semilir angin senja, seolah menambah derita yang mencerca.
Tak sengaja, waktu itu diriku terkecoh, akan senyum yang terlempar dalam dekapan rintihan yanh melara.
Inikah yang kita sebut sebagai dilema? atau hanya soal kebimbangan yang sedang menjadi uji coba? Entahlah, barangkali hanyalah singgungan rasa, yang pernah ada.
Runtuh tak beralasan, hancur tak berkesudahan. Katamu, belum mampu membuka hati yang pernah tersulut kecewa.
Namun, adakah jawab yang mampu terungkap, ditengah segala problema yang terkecap getirnya satire.
Terimakasih aku ucapkan, padamu yang telah memadu kasih. Walaupun hanya, sebatas berbelas kasih.
Sekali lagi, (kita) masih terhempas kaku, dalam sentuhan lugu angin di Surakarta. Dan, tanda petik yang pernah engkau "pertanyakan", menjadi stimulan yang ter-respon bloon.
Walaupun begitu, segala pertanyaan yang sempat menyita, akan ada sebuah penyelesaian dan peleraian, akan arti sebuah cinta, dan rindu yang menyesakkan dada.
Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 3 November 2019.
Comments
Post a Comment