Skip to main content

Manajemen Libido


Walaupun saat ini, bukanlah bulan ramadhan, akan tetapi beberapa diantara orang Islam ada yang mengerjakan ibadah puasa, lebih tepatnya puasa sunnah.

Pembelajaran yang paling fundamental dari puasa, adalah menahan diri. Term "menahan diri" ini, hemat saya muncul oleh sebab, ada "tarikan" dan terdapat "dorongan".

Derivasi dari "tarikan" adalah "tertarik", sedangkan "dorongan" adalah "terdorong". Adalah dua dari sekian banyak derivasi yang ada, yang memiliki sifat eksternal, artinya titik tekannya berasal dari luar diri kita.

Ketika sedang iseng-iseng ndopok dablongan bareng mahasiswa, saya nyletuk satu pertanyaan. "Apa yang paling rentang dan signifikan dihadapi oleh anak muda"?

Mereka sontak menjawabnya, "masalah sexual masbro", respon mereka sambil tertawa ringan.

Anak-anak muda itu, yang berjumlah tidak sampai tujuh orang pada waktu itu, menjelaskan bahwa, "kebanyakan anak muda sudah pernah merasakan adegan semi, bahkan sudah sampai praktek hubungan layaknya suami-istri".

Menyimak respon dari anak-anak muda tadi (red: mahasiswa), kita bisa memberikan persepsi "maklum". Sebab, secara biologis, ketertarikan dan ketertarikan ke arah seksualitas adalah bagian integral dari kebutuhan manusia.

Apalagi, hal tersebut di afirmasi oleh Maslow, dalam hierarchy need-nya. Yang mana, menaruh kebutuhan seksual, sejajar dengan kebutuhan makan dan minum.

Yang menarik disini adalah, kita perlu menggali asbabun nuzul kecenderungan seksual tersebut. 

Pertama, manusia dibekali indra penglihatan dan pendengaran. Dua indra inilah, yang menjadi media untuk memberikan stimulan bagi akal dan hati, untuk kemudian menjadi tindakan.

Kedua, pergaulan yang cenderung bebas, menjadi salah satu modal terbesar, dalam diri anak-anak muda. Dengan begitu, persinggungan dengan lawan jenis, sangat accesable dan compatible.

Ketiga, walaupun hubungan seksual tidak melulu dilakukan oleh lawan jenis, sedangkan juga di praktekkan oleh sesama jenis, akan tetapi, data membuktikan secara gamblang, bahwa kuantitas masih dipegang oleh hubungan lawan jenis.

Keter-rangsangan antar laki-laki dan perempuan ini, sebetulnya memiliki aspek yang bisa dibilang kompleks. 

Bisa jadi karena "kurang kasih sayang", pada waktu anak-anak. Sehingga ketika menuji dewasa, anak-anak muda ini mencari "tempat" memadu kasih.

Bisa pula karena "faktor biologis", dalam arti asupan gizi. Yang mana bisa menimbulkan hormon meningkat, yang berbanding lurus dengan libido yang moncer pula.

Kembali lagi, pada soal "menahan diri" diatas. Hal-hal yang berkaitan dengan sisi bilogis maupun psikologis, yang ber-impact pada ketertarikan-keterdorongan seksual pada anak muda, adalah sesuatu yang harus dianggap realitas.

Kita semua tahu, bahwa orang kesehatan itu memiliki adagium "lebih baik mencegah dari pada mengobati". Term "menahan diri", adalah sejenis dengan "upaya pencehahan".

Mencegah ketertarikan dan keterdorongam seksual, khususnya pada anak muda, bukan sesuatu yang mudah. Membutuhkan self defense yang menguras energi, bahkan saking kuatnya tarikan dan dorongan itu, sangat mungkin untuk mengalami njaremi ati.

Disitulah kita mendapat konklusi sederhana, bahwa prinsip menahan diri adalah prinsip emas kehidupan.

Menahan diri berkait erat dengan "sabar". Anak-anak muda yang sampai melakukan praktek seksual "semi" maupun "final", adalah potret kuda-kuda batin yang runtuh.

Tentunya, keruntuhan kuda-kuda diatas, kita semogakan setiap hari dan setiap saat, untuk tidak kita lakukan pula.

Nek wis "kecelakaan", kan bukan hanya "menanggung jawab", tapi juga menanggung malu, pun menanggung derita penyesalan sepanjang hidup.

Mari kita "menahan diri", untuk tidak mendekati, apalagi melakukannya. Memang bukan sesuatu yang mudah, akan tetapi semaksimal-maksimalnya, kita tetap usahakan setiap waktunya.

Minimal, mata tidak sembarang di arahkan pada sumber kebangkitan libido, pun telinga seminimal-minimalnya tidak mendengar nada-nada kemesraan dalam tanda petik. 

Wallohu a'lam.
Sukoharjo,7 November 2019.



Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-