Kunjungan ke Yogya semenjak pagi tadi, membawa balutan cerita dan makna, yang terbungkus debu-debu jalanan. Cerita dan makna itu, terselip dalam kerumunan riuh-rendah alamiah.
Dari soal kesejarahan, padat merayapnya lalu-lalang, sampai nostalgia cita dan cinta. Semua menyatu dan mengesankan, apalagi simpanan makna yang terkandung dari balik tatap matamu. Itu sebenarnya, yang aku nanti-nantikan.
Saat-saat kembali ke Surakarta, ternyata bukan lagi padat dan merayapnya jalanan, akan tetapi kemacetan akhir pekan yang memberi sapaan. Untungnya, pesona angin di Surakarta, menjadi satu dari sekian alasan, untuk tetap menahan diri dari suasana hati yang tidak menerima.
Pada akhirnya, bertemulah diri, pada angin Surakarta yang menyapa dengan hangatnya yang khas. Estetika alam yang alamiah disini, nyatanya masih setia membersamai, dalam rentetan duka dan suka, baik itu yang sudah-sudah, maupun yang akan-akan.
Sialnya, angin disini, belum sepenuhnya mampu untuk melebur hangatnya, setiap hembus nafasmu di Yogya. Jelas terasa menyesakkan dada, oleh sebab rindu yang belum sanggup terbayar tuntas sepenuhnya.
Ah..sebegitu mudahnya, dirimu terkenang dalam linang.
Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 10 November 2019.
Comments
Post a Comment