Skip to main content

Initial Noting: Topeng Konformitas.


Disela-sela meniti karir menjadi kuli kedai, ada sederet fenomena yang tercecer. Diantara itu semua, ada satu dari sekian banyak yang bertransformasi menjadi initial noting. 

Adalah makna topeng dan segala ekspresinya, dalam rentang perjalanan hidup ini. Topeng adalah alat peraga peran, dalam pertunjukkan drama teatrikal.

Menjadi manusia yang bertopeng lebih dari satu, bukanlah pekerjaan yang bisa dibilang simple.

Tidak bisa dibilang simple, dalam artian "ketika dijelaskan menggunakan verbatim". Karena itu lebih dari sekadar kata, namun sudah berwujud lelaku.

Soal topeng yang lebih dari satu, kata kunci yang hadir adalah profesionalisme. Sebelum kata "muna" melabel. Sebab, seekor Bunglon tidak bisa dibilang "muna", karena ia hanya menjalankan taqdirnya, untuk mampu survive ditengah segala kondisi alam.

Kata sebagian saintis, topeng manusia hanya satu. Sedang pada realitanya, topeng itu bisa beribu-ribu, sangat elastis menyesuiakan irama hidup keseharian.

Satu sisi, kadang menjadi amat melankolis. Sisi lainnya, bisa koleris. Pun, saat-saat tertentu, beralih menjadi plegmatis. Dan mungkin, kalau kepepet ber-reformasi dalam wujud sangunis.

Topeng yang beribu jumlahnya itu, tidak menutup kemungkinan masih ada yang belum terdefinisi secara tertib. Juga, terdapat ketidakcukupan bahasa, untuk kemudian membahasakannya.

Akan tetapi, tidak perlu risau atas undefenisi, maupun krisis bahasa itu. Yang jelas, topeng adalah topeng, yang itu hanyalah permukaan, bukan kedalaman.

Walaupun, bisa jadi, kedalaman manusia bisa terwakili oleh permukaannya. Toh, term "the scienctific of behavior" pun, muncul akibat kedalaman tidak mampu terjangkau secara lengkap dan kongkret.

Sebenarnya, topeng-topeng yang ada dalam krumunan kebudayaan manusia, bukan soal benar dan salah an sich. Namun lebih dari itu, ialah pola ekspresi yang conformity satu sama lainnya. Fungsinya jelas, adalah mampu membaur secara tentram dan mesra, antara satu dengan lainnya, dan antara kebudayaan satu dengan kebudayaan lainnya.

Bertopeng jelas boleh, bertopeng lebih dari satu topeng juga boleh-boleh saja. Yang tidak boleh, hanyalah kadzab. 

Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 27 November 2019.



Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-