Menyemai cita, membersamai angin di Surakarta. Tertimbun sejuta siap-siaga, menjadi do'a ditengah riuh-rendahnya kota.
(Kita) menyepakati untuk tidak membisikan nada-nada cinta, ditengah reruntuhan rasa.
Bersanding dengan daun-daun jatuh, aku berpesan pada semesta. Kalaulah jika dia adalah milik-Mu, maka titipkanlah padaku, bila memang dapat menjalin kata kunci "saling".
Berpuluh-puluh wajah dengan sekaliber pendaman rasa, yang tak sanggup terungkap sepenuhnya, membawa akal dan hati menuju pelabuhan nostalgia.
Adalah tentang mimpi yang belum sepenuhnya mendaki.
Adalah perihal cita dan cinta, yang belum mampu selengkapnya terfasilitasi.
Engkau tau, aku mulai gagu. Khususnya terhadap rimbunan pelangi yang membersamai.
Terenyuh dan terenyah, oleh hembusan nafas yang belum ter-deteksi, apa maunya dan kemana arahnya.
Jikalau semua ini, hanyalah mimpi diatas mimpi, maka ijinkanlah semesta tetap mesra membersamai, jiwa-jiwa yang tersayat luka sepi.
Untungnya, masih tersisa cukup banyak, bunga-bunga di tepian jalanan kota, yang dengan tulus menyambut suka dan duka.
Dan, aku pun paham, atas segala selipan makna jalanan, ada angin di Surakarta, yang menetap setia, dalam alunan cinta.
Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 4 November 2019.
Comments
Post a Comment