Skip to main content

Kuasa Panglima, Kuasa Ala Kadarnya.

Resiko menjadi berpengalaman, adalah dimintai pengalaman. Sah-sah saja. Namun, yang mesti dipahami, ialah tentang masa pada masing-masing rentang waktu, amatlah berbeda. Walaupun, unsur-unsurnya ada yang memiliki kesamaan demi kesamaan.

Salah satu anak muda yang berparas normal, waktu itu mendatangi Pak Simad yang tengah "menanti wangsit". Anak muda itu, datang ke Simad bermaksud untuk meminta petuah, arah dan petunjuk. 

Anak muda ini, konon berkeinginan menjadi "panglima tertinggi", dalam suatu cipratan kebudayaan. Kita sebut saja, sebuah komunitas yang beranggotakan anak muda juga.

"Pak Simad, saya minta masukannya dong", kata anak muda tadi, sambil memegang kreteknya.

Pak Simad yang relatif halus itu, menimpali dengan halus pula. Ia mendahului jawaban untuk anak muda tadi, dengan sebuah kronologi dan fenomena yang kerap terjadi pada anak muda lainnya. Adalah mengenai "kiblat" pemikiran.

"Saya menemui, anak-anak muda belakangan ini, lebih me"nabi"kan non Muhammad, sebab yang menjadi rujukan adalah nabi Machiaveli dan Hobbes", ucap Simad, sambil agak sedikit melotot.
"Kalau saya, kiblat pemikirannya ya, nabi yang nabi (Muhammad)", lanjutnya.

Anak muda tadi tersenyum heran, mendengar jawaban Pak Simad. Mungkin, dalam batin anak muda tadi, terselip impresi akan tidak sinkronnya tampilan Pak Simad yang amburadul, dengan jawabannya barusan.

Obrolan antara anak muda dan Pak Simad tadi, melebar dan mendalam pada soal konsepsi dan teknis, atas keinginan anak muda itu untuk menjadi panglima tertinggi.

Sampai pada akhirnya, Pak Simad memberi satu dari sekian narasi yang sangat penting. Yaitu teks fundamen dari yang kita katakan diatas, sebagai komunitas itu.

Pak Simad lalu menutup obrolan dengan semacam konklusi, bahwa "tidak perlu menjadi siapapun untuk dipercaya, cukup menjadi dirimu ala kadarnya, dan maksimallah atas ke ala kadaranmu itu".

Anak muda tadi, termanggut-manggut. Sedang Pak Simad, tidak mengetahui, apakah anak muda tadi akan menjalankan arahannya, atau malah belum paham atas arahan itu. Tapi, ada kemungkinan selanjutnya, ialah anak muda tadi tidak akan melakukan arahan itu. Toh, tidak mematuhi arahan, bukanlah suatu dosa.

Yang paling bisa menjadi perhatian adalah, saat-saat genting Rosululloh wafat, terdapat peralihan kepentingan. Dari soal perjuangan nilai, ke perjuangan kuasa. Dan nampaknya, arus besar kita, ada di poin perjuangan kuasa, yang perlahan membunuh perjuangan nilai. Anak muda tadi, salah satu dari sekian banyak contohnya.

Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 27 November 2019.

Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-