Informasi membludak tak terbendung. Dari mulai kabar pemerintahan, selebritis hijrah, musik-musik cengeng, sampai aktifitas-aktifitas story dan group wa.
Sampai-sampai telinga terindikasi buta, dan mata lambat laun mulai bolot. Seakan-akan semua yang terjadi, tidak menjadi pertimbangan, apalagi sebagai alasan untuk melakukan tindakan. Terlindas-lindas oleh keadaan!
Untuk yang masih punya ketajaman pisau analisa, mungkin hanya sampai digunakan untuk mengupas fenomena-fenomena. Sesekali dimaksudkan pada sikap dan perlakuan. Perbandingan antara analisa dan aksi nyata bisa 70:30. 70 untuk analisa, 30 untuk aksi nyata. Akan tetapi dalilnya tetap, "tergantung oleh kondisi dan situasi".
Setiap aktifitas memang akan, dan selalu di iringi oleh evaluasi. Paling minimal, itu terjadi lantaran diskursus yang tidak tuntas. Kadang-kadang malah hanya latah sosial. Durkheim menyebutnya sebagai sentimen sosial. Itu karena manusia takut tidak disebut bagian dari masyarakatnya, serta cemas dicurigai malas dan acuh untuk bergerak.
Masyarakat Indonesia yang sejatinya punya kecenderungan ramah dan santun, terutama masyarakat Jawa, tiba-tiba menjadi "lakon antagonis" teater perjalanan bangsa. Saya yakin, itu hanya personality sementara, tidak untuk selamanya. Itu pun bukan disengaja, akan tetapi di "paksa".
Kemudian pada sisi lainnya, terjadi kegamangan bergerak. Kegamangan itu bahasa populernya "awang-awangen". Barangkali terjadi sebab ketidakharmonisan sisi dalam. Sisi dalam yang saya maksud bukan hanya dalam pihak struktur, namun juga pihak kultur. Itu hal yang wajar terjadi, namanya juga masih mengidap masa labil, nanti juga sembuh sendiri.
Memperbaiki sebuah kondisi tidaklah sulit, hanya diperlukan keseriusan sedikit saja. Yang sulit itu kalau terdapat kesengajaan untuk menetap dalam kebobrokan. Dan, bajigur! pelakunya orang-orang itu saja.
Publik komplek termakan isu, walaupun beberapa ada yang tetap konsisten untuk acuh. Beberapa lainnya istiqomah bersambat-sambat ria. Ada pula yang hanya waspada, alias jaga-jaga "kandang". Namun yang parah adalah mereka yang mengalami psikosomatik, akibat oleh kacaunya perhatian.
Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 22 September 2019.
Comments
Post a Comment