Skip to main content

Menggembirakan Perkaderan: Indigeneous IMM, Sebagai Pelopor, Pelangsung dan Penyempurna, Amal Usaha Muhammadiyah.


Menggembirakan Perkaderan: Indigeneous IMM, Sebagai Pelopor, Pelangsung dan Penyempurna, Amal Usaha Muhammadiyah.[1]
Oleh: Dimas Rahman Rizqian.[2]

“Kader bukan Cuma sekedar calon pemimpin. Kader adalah tulang punggung organisasi yang punya tugas pokok untuk mengembangkan organisasi dan sekaligus menghindarkan ideologi dari kemungkinan distorsi dan jebakan pragmatisme.”
-Mohamad Djazman Al-Kindi.

            Pengalaman penulis yang masih sangat minim bersama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), barangkali tidak cukup mampu memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai perkaderan. Namun paling tidak, tulisan ini mampu menghadirkan penyegaran bagi dunia perkaderan IMM, khususnya di daerah Jawa Tengah. Tulisan pada esai ini, memuat nilai-nilai yang penulis ramu dari pengalaman penulis selama berkecimpung dengan IMM, sejak tahun 2014 sampai hari ini.
            Berangkat dari disertasi yang di tulis oleh Dr. Muskinul Fuad, M.Ag[3] yang berjudul “Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim: Studi Etnografis Pada Jama’ah Tarbiyah di Kota Purwokerto)”[4], menggugah penulis akan pentingnya indigeneous, dalam rangka memahami gejala-gejala dalam masyarakat. Disertasi yang telah dibukukan tersebut, penulis baca sekitar tahun 2016. Hal itu pula yang kemudian memantik penulis untuk membuat sebuah kajian Bimbingan Konseling Islam berbasis Indigeneous, yang penulis bentuk pada tahun 2017 bersama beberapa mahasiswa IAIN Purwokerto pada waktu itu, yang kami namai “Konseling Pribumi Institute”.
            Ketika penulis diberikan amanah memimpin Koordinator Komisariat (KORKOM) IMM IAIN Purwokerto periode 2016/2017 dan Pimpinan Cabang (PC) IMM Banyumas, nilai-nilai yang terkandung dalan kajian indigeneous penulis coba selundupkan dalam rangkaian konsep dan program. Namun dalam wilayah keinstrukturan khususnya, dan dalam arena perkaderan pada umumnya, penulis belum secara eksplisit memasukkan nilai-nilai indigeneous tersebut. Baragkali inilah kesempatan untuk membayar hutang konsep, dalam rangka mewarnai konsepsi dalam perkaderan IMM dan Muhammadiyah.
            Judul yang pembaca saksikan diatas, sejatinya merupakan trigger penulis yang dilontarkan dalam group whatsapp “Arah Baru Perkaderan”, yang isi nya para instruktur madya IMM Jawa Tengah, yang masih fresh untuk berkelana. Setelah melalui beberapa pertemuan, pada akhirnya judul tersebutlah yang dijadikan tema dalam kegiatan workshop perkaderan yang akan kita lakukan pada 3-4 Agustus 2019 di Kota Salatiga. Selain kata indigeneous juga pernah dipakai oleh kader-kader IMM di AR Fakhrudin Kota Yogyakarta, melalui lembaga creative minority Madrasah Intelektual Muhammadiyah (MIM) Indigeneous School, juga dipakai dalam keilmuan psikologi yang berkembang di Filiphina dan Indonesia, tidak ada kata yang baru dalam judul diatas, ini menegaskan kembali bahwa wacana penulis ini adalah sebagai upaya ramuan penyegaran spirit bagi perkaderan IMM dan Muhammadiyah, tidak ada maksud mendekonstruksi.
Menggembirakan Perkaderan.
            Term “menggembirakan” mengandung nilai ideologis dan kesejarahan yang luar biasa. KH. Ahmad Dahlan ketika Muhammadiyah awal berdiri, membuat pengajian. Pengajian yang didirikan dengan maksud menjadi sarana untuk mengajarkan dan menggembirakan hidup sebagaimana dikehendaki oleh Islam, dilakukan antara lain dengan cara memberikan pelajaran tentang Islam dan berusaha mengamalkannya bersama-sama, rumusan maksud didirikannya pengajian itu, kemudian dicantumkan sebagai tujuan Muhammadiyah didalam anggaran dasarnya yang pertama kali.[5]
            Term menggembirakan juga cukup di viralkan oleh Dr. Dahnil Anzar Simanjutak[6], baik dalam pidato-pidatonya maupun pada tema muktamar Pemuda Muhammadiyah tahun 2018 di Yogyakarta. Menggembirakan berasal dari kata gembira yang artinya suka; bahagia; senang. Menggembirakan memiliki arti menjadikan gembira; membangkitkan rasa gembira; menyenangkan.[7] Berangkat dari kata gembira tadi, juga bisa meluas menjadi penggembira (orang yang selalu atau mempunyai sifat gembira; periang), kegembiraan (kesenangan hati; senang yang menimbulkan kegiatan.
            Dalam bahasa penulis, gembira itu berkait erat dengan rasa enjoy tanpa beban ketika melakukan sebuah kegiatan, dalam skala kecil maupun besar, dalam jangka pendek maupun panjang. Sebagai pelaku organisasi non profit, yang notabene tidak gaji, senjata yang perlu dihadirkan adalah gembira itu tadi. Sebab tak ayal, bahwa teman-teman kita dulu, kenapa ada yang memutus hubungan dengan kegiatan IMM, bisa jadi karena tidak menggembirakan kegiatannya, lawannya bisa jadi tegang dan berat dalam menjalaninya.
            Kata menggembirakan kemudian pula penulis jadikan motto hidup, “menggembirakan kehidupan”, paling tidak sudah bertahan selama 2 tahunan ini. Secara psikologis hal tersebut mampu memberi nuansa yang berbeda dalam menjalankan aktivitas, terlebih kita tahu sendiri, hidup selalu berbanding lurus dengan masalah, masalah akan membuat kita pusing, jenuh, sampai stress, namun tetap diingat bahwa masalah pula berbanding lurus dengan pahala, apabila kita bisa menghadapinya dengan mekanisme yang telah Alloh pedomankan.
            Menggembirakan perkaderan dalam hemat penulis, merupakan frasa yang memberikan celupan kesegaran, kita tahu bersama, melaksanakan perkaderan dalam tubuh IMM ini sudah jelas akan mengalami dinamika yang terkadang melelahkan. Tidak ada pilihan lain, selain menggembirakan perkaderan, supaya minimal kita mampu memaksakan diri untuk tetap survive dalam menapaki setiap fase-fase perkaderan, dalam segala jenisnya (utama-khusus-pendukung).
Indigeneous IMM.
            Berangkat dari keresahan penulis terhadap hegemoni global, dalam bentuk fisik maupun non fisik. Dari aspek fashion, food, sampai dalam ranah ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam bingkai yang dinamakan dengan globalisasi. Globalisasi memang memudahkan kita dalam omong-omongan dengan dunia luar RT sampai luar benua. Namun karena ada kecenderungan yang orang Indonesia miliki, yaitu paham “ikut-ikutan”. Ini berimbas pada hal-hal yang menurut penulis, cukup krusial, yaitu tentang cara berfikir. Terlebih pada cara berfikir tentang metode gerakan.
            Kata indigeneous memiliki arti pribumi;asli. Indigeneous kemudian berkembang pada wilayah ilmu pengetahuan, salah satunya adalah psikologi. Indigeneous psychology kemunculannya bermula dari kesulitan yang ditemukan oleh peneliti-peneliti Asia dalam mengaplikasikan ilmu psikologi yang didapatkan dari hasil studi mereka di negara-negara Barat kepada masyarakat di negaranya sendiri. Fenomena tersebut memunculkan pertanyaan-pertanyaan akan validitas, universalitas, dan aplikabilitas dari teori-teori psikologi yang ada.[8]
            Penenliti-peneliti tersebut pada akhirnya menyimpulkan bahwa untuk memahami perilaku dan proses mental masyarakat dari budaya tertentu, mereka juga harus mempertimbangkan konteks yang bekerja pada masyarakat tersebut, baik secara ekologi, sejarah, filosofi, maupun agama. Psikologi indigeneous mempertanyakan konsep universalitas pada teori psikologi saat ini dan berusaha untuk membangun keilmuan psikologi yang universal dalam konteks sosial, budaya, dan ekologi. Sikap tersebut didukung oleh penjelasan dari Enriquez, yang mengungkapkan bahwa teori psikologi pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari budaya dan nilai, serta memiliki validitas yang terbatas. Psikologi indigeneous menawarkan suatu pendekatan dengan konten (makna, nilai, dan kepercayaan) yang kontekstual (keluarga, sosial, budaya, ekologi) yang terceminkan dalam design penelitian.[9]
Budaya tempat IMM berada
Budaya asal kader
Ideologi IMM
            Perkembangan kajian psikologi tersebut, kemudian penulis kontekstualisasikan dengan IMM. Logika sederhana dibangun yaitu dalam rangka memprakarsai sebuah konsepsi progam, hendaknya IMM mampu membaca budaya setempat. Budaya yang penulis maksud disini, yaitu budaya yang terdapat dari tempat kader berasal, tempat dimana IMM berada, dan nilai-nilai ideologis IMM (tiga poin tersebut perlu memiliki interaksi yang dialektis dan saling mengisi). Jadi, budaya memiliki peran yang penting dalam menyusun dan menjalankan gerakan IMM. Penjelasannya terdapat dalam gambar dibawah ini.
Indigeneous IMM
 






 

Pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.
Tidak seorang pun ahli yang menulis tentang Indonesia mengingkari besarnya peranan Muhammadiyah dalam proses pembaharuan dan perkembangan masyarakat di Indonesia terutama di kalangan orang-orang yang beragama Islam. Bahkan ada di antara mereka yang menilai peranan Muhammadiyah secara berlebihan. Anwar Sadat sebelum menjadi Presiden Mesir pernah menyatakan, bahwa Muhammadiyah merupakan, “the association on the new world of Islam especially its organization, its humanity and its brotherhood”.[10]  
Rangkaian kalimat diatas, bukanlah hal yang tabuh dalam Muhammadiyah, terutama pada Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM). Organisasi Otonom (ORTOM) Muhammadiyah sudah sejak didirikannya memang ditugaskan untuk hal tersebut. Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), saat ini sudah berkembang dengan cepat. Adapun AUM yang dimiliki Muhammadiyah sebagai berikut[11]:
No
Jenis amal usaha
Jumlah
1
TK/TPQ
4.623
2
Sekolah Dasar (SD)/MI
2.252
3
Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs
1.111
4
(SMA)/SMK/MA
1.291
5
Pondok Pesantren
67
6
Perguruan Tinggi
171
7
Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll
2.119
8
Panti asuhan, santunan, asuhan keluarga, dll
318
9
Panti jompo
54
10
Rehabilitasi cacat
82
11
Sekolah Luar Biasa (SLB).
71
12
Masjid
6.118
13
Mushola
5.080
14
Tanah
20.945.504 M.

IMM memiliki posisi yang sangat strategis bahkan core bagi determinasi gerakan Muhammadiyah saat ini dan abad-abad mendatang. Mengapa? Karena IMM merupakan anak “intelektual” Muhammadiyah. Salah satu tokoh sentral pendiri IMM, yakni IMMawan Mohamad Djazman al-Kindi, di berbagai kesempatan mewanti-wanti untuk menegaskan posisi atau domain gerakan IMM. Pada 1989, dalam bukunya, Muhammadiyah Peran Kader dan Pembinaannya, Pak Djazman telah spesifik dan mempertegas membagi domain gerakan di kalangan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) atau ortom Muhammadiyah. Kata Pak Djazman, untuk Pemuda Muhammadiyah fokus gerakannya dititikberatkan untuk pengembangan potensi kemasyarakatan, kemudian Nasyiatul Aisyiah dititikberatkan untuk pengembangan potensi kerumahtanggaan dan kemasyarakatan, sementara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dititikberatkan dan fokus gerakannya untuk pengembangan potensi intelektual. Jika dilihat pemetaan Pak Djazman diatas, IMM diletakkan dan dibebankan untuk focus menggarap gerakan yang merupakan titik inti dari masa depan Muhammadiyah dan bangsa. Sebab, nadinya Muhammadiyah ada pada gerakan tajdid (pembaruan), gerakan gerakan progresif (senantiasa melihat ke masa depan), dan gerakan yang berkemajuan. Gerakan-gerakan ini sangat ditentukan oleh human resource kader-kader Muhammadiyah, khususnya kader-kader muda yang merupakan penentu dan pemilik sah masa depan Muhammadiyah. Dengan perkataan lain, IMM sebagai laboratorium intelektualnya Muhammadiyah memiliki peran yang sangat signifikan bagi semarak dan hidupnya spirit tajdid, progresivitas, dan masifikasi Islam berkemajuan di tengah kehidupan keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan. Pemikiran tajdid dan gerakan pencerahan yang memajukan merupakan agenda Muhammadiyah yang sudah menyejarah dan harus terus digalakkan, apalagi di tengah kompleksitas problematika umat dan bangsa saat ini. Untuk menyemarakkan gerakan pencerahan tentu saja diperlukan pasukan-pasukan intelektual yang memiliki semangat ideologis, memiliki kesadaran social yang tinggi, dan semangat berpikir ke depan. Tanpa pasukan intelektual model ini, bukan tidak mungkin spirit tajdid dan gerakan pencerahan di tubuh Muhammadiyah hanya tinggal nama yang ditempel di gedung-gedung amal usaha Muhammadiyah. IMM lahir, berkembang, bertahan, dan mengarungi masa depannya semata-mata karena alasan intelektualisme. Intelektualisme menjadi faktor kunci keberadaan IMM, dan oleh karenanya, ini harus di buktikan oleh kader-kadernya. Apalagi dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47, kedepan ini Muhammadiyah akan menggalakkan gerakan keilmuan melalui rekomendasinya, “gerakan membangun masyarakat ilmu”. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, “kalau ada orang yang mengatakan kurang tajdidnya Muhammadiyah, maka yang bertanggung jawab adalah IMM dan dalam gerakan ilmu IMM lah pelopornya”.[12]
 Saya sangat meyakini bahwa gerakan IMM akan senantiasa berkembang kearah yang lebih baik, jika para anggota/kader nya memiliki kemauan genuine yang secara kontinyu di pelihara, dalam rangka menjadi kholifatullah fil ardh yang sebanar-benarnya. Tujuan IMM yang agung yaitu “Mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”, tidak boleh hanya sekadar di hafal, tetapi harus menjadi titik tuju utama dalam setiap agenda yang di kerjakan.
Dalam hal pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha muhammadiyah diatas, bukan hanya dalam aspek struktural, akan tetapi juga kultural. KH. Ahmad Dahlan, Mohamad Djazman Al-Kindi, dan tokoh-tokoh lainnya, telah memberikan legacy yang sudah diakui dunia. Sedangkan kita, bagaimana?

Wallohu a’lam.


Sukoharjo, 19 Juli 2019.


            [1]Esai ini disampaikan sebagai prasaran, pada acara workshop perkaderan IMM Jawa Tengah. Bertempat di Kota Salatiga, 3-4 Agustus 2019.
                [2]Ketua Korps Instruktur IMM Jawa Tengah.
                [3]Dosen pada Fakultas Dakwah IAIN Purwokerto.
                [4]http://repository.upi.edu/1836/ 
             [5]Mohamad Djazman, Muhammadiyah, Peran Kader, dan Pembinaannya, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 1989), hlm. 7.
                [6]Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah periode 2014/2018.
                [7]https://kbbi.web.id/gembira.html     
                [8]https://cicp.psikologi.ugm.ac.id
                [9]https://cicp.psikologi.ugm.ac.id
   [10]Mohamad Djazman, Muhammadiyah, Peran Kader, dan Pembinaannya,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,hlm. 28.
                [11]https://m.muhammadiyah.or.od
           [12]Intisari prolog tulisan Amirullah dalam buku IMM Autentik karya Ahmad Sholeh, (Surabaya: Pustaka Saga, 2017).

Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-