Motor matic yang ditunggangi oleh Simad melaju
dalam kecepatan 101 KM/Jam. Dia benar-benar menggunakan fasilitas pajak rakyat
yang digunakan pemerintah untuk membangun infrastruktur jalan. Jalan raya yang
terhampar di pesisir pantai selatan pulau Jawa itu, tepatnya yaitu dari arah
Yogyakarta sampai Kebumen, berhasil dilalui Simad dalam waktu lebih kurang satu
jam-an. Sambil mengurangi kecepatan laju motornya, Simad yang cukup taat
beribadah ini, kemudian menyempatkan diri untuk singgah Sholat ashar dan nglencengna
geger di Masjid pinggir jalan, masuk dalam area Kabupaten Kebumen.
“Masjid ini ternyata bernama Mu’awiyah Bin Abi
Sufyan”, gumam Simad dalam hatinya. Entah pengurus masjid ini ada hubungan apa
dengan sang kholifah tersebut, yang jelas Kholifah Mu’awiyah merupakan sahabat
Nabi SAW dan juga pemimpin Islam yang telah menorehkan prestasi besar. Simad
menatap papan nama masjid itu sekitar sembilan detik, entah yang dalam
pikirannya terdapat percakapan apa, mungkin dia masih terkagum dengan kegemilangan
kepemimpinan Mu’awiyah.
Simad yang lagi asyik nglencengna geger alias
tiduran berbantal jaket lusuh miliknya diteras masjid itu, tiba-tiba terbangun
karena ada suara motor yang datang. Simad melempar senyuman, orang yang membawa
motor tersebut pun menjawab senyuman Simad. “Mau kemana mas”? tanya pria itu,
sebutnya saja mas Joko. “dari Solo mas, mau ke Banyumas”, jawab Simad dengan
nada sok polos. “lah mas nya dari mana, mau kemana?” tanya Simad balik. “saya
dari Purworejo mau ke Petanahan Kebumen mas”. Jawab mas Joko. “wah,,,kebetulan
mas, saya mau ke Petanahan Juga, mau ke tempat KKN temen”. Respon Simad, sambil
agak nyengir kuda. Obrolan singkat tadi terhenti, sebab mas Joko bergegas untuk
masuk toilet dan ambil wudhu lalu, sholat ashar.
Simad yang sedang duduk diteras dan sambil
berjuang menghabiskan kreteknya, melihat lagi ada pria yang mampir ke masjid
itu, sebut saja mas Kadir, namun mereka hanya berkomunikasi secara non verbal,
melalui senyuman dan anggukkan. Setelah berhasil menghabiskan kreteknya, Simad
pun bergegas menyusul dua pria tersebut untuk juga pergi ke toilet dan ambil
wudhu, untuk sholat ashar, waktu itu sekitar pukul 16.41 waktu Indonesia bagian
pesisir Kebumen.
Setelah usai sholat ashar secara non jamaah,
Simad membuka hape-nya, ia mengecek apakah ada whatsapp yang masuk atau tidak.
Ternyata tidak ada, bukan tidak ada yang mengirim chat, akan tetapi sinyal
kartu yang dipakai Simad ternyata tidak terjangkau sinyal. Sambil agak
clengeran, Simad berpikir sejenak, untuk mencari solusi, terlebih tempat yang
menjadi tujuannya tersebut, ia belum tau jalannya, karena memang belum pernah
kesana, mau memakai google map, tak ada sinyal.
Setelah berpikir sejenak, akhirnya Simad
memutuskan untuk bertanya kepada Mas Kadir. “mas permisi, mohon maaf, tau
kantor kecamatan petanahan dimana?” tanya Simad kepada mas Kadir yang sedang
bersiap-siap melanjutkan perjalanan. “saya tadi habis dari petanahan sih mas,
cuma gak hafal daerah sana, pake google map saja mas”, jawab mas Kadir dengan
penuh keramahan. “kebetulan sinyal hape saya gak terjangkau mas, jadi gak bisa
buka internet ini”. Respon Simad sambil nyengir kuda seperti kebiasaannya.
“ohhh..kalau begitu tetring saja mas, gimana?”, respon mas kadir. “oke oke mas,
siap, sebelumnya terimakasih lho mas”. Respon balik dari Simad, dengan wajah
yang agak lebay seperti baru dapat undian.
Akhirnya, perkara mengenai alamat tujuan
selesai. Waktu Simad dan mas Kadir bersama-sama menuju keluar masjid, ternyata
diluar masih ada mas Joko yang sedang memeriksa kelengkapan barang bawaannya.
Mas Joko kemudian menawarkan diri untuk bareng-bareng menuju petanahan,
walaupun tempat tujuan antara Simad dan mas Kadir berbeda, tetapi secara
general tujuan mereka satu arah. “pelan-pelan tapi ya, saya sudah tidak muda
lagi, hehehe” ucap mas Kadir kepada Simad. Mereka berdua menuju ke arah
petanahan dengan kecepatan yang stabil, yaitu 70 KM/Jam, ini benar-benar
membuat Simad kurang nyaman, sebab biasanya ia memakai motor berkecepatan lebih
dari itu, tetapi tidak jadi soal, karena ketepatan tujua jauh lebih penting.
Diatas motornya itu, Simad asyik dengan
komunikasi internalnya. “pertolongan Alloh memang sangat dekat yaa, terutama
ketika di masjid, pertolongan Alloh adalah melalui perantara makhluknya”. Simad
yang jarang ke masjid, seolah-olah menemukan kesadaran baru, pengalaman
spiritual yang baru, walaupun kalau kita cermati, ini merupakan kejadian yang
sepele, namun tidak untuk Simad.
Kata orang, zaman sekarang adalah zaman yang
begitu individualistik yang disebabkan oleh gadget, akan tetapi Simad tidak
menemukannya pada mas Joko dan mas Kadir. Peradaban gotong royong masih
ditemukan oleh Simad, kebudayaan sapaan basa-basi yang santun masih dijumpai
oleh Simad, dan yang lebih penting adalah ketaatan menyempatkan waktu untuk
sholat masih dijunjung tinggi oleh mas Kadir dan mas Joko. Kalau peradaban
gotong royong, sopan santun, dan ketaatan beragama ini akan terus ada, bahkan
ditingkatkan, bukan kemungkinan lagi kalau Indonesia akan menjadi baldatun
thoyyibatun wa robbun ghofur. Akan tetapi, kalau korupsi masih merajalela,
pembunuhan dimana-mana, perkelahian di media sosial terus ada, yang paling
bertanggungjawab siapa?
Wallohu a'lam.
Banyumas, 22 Juli 2019.
Comments
Post a Comment