Banjarnegara, 13 Juni 2019. Tepatnya jalan
menuju lapangan Desa Petir, Kecamatan Purwanegara, menjadi saksi bisu
kegembiraan masyarakat menyambut Cak Nun dan Kyai Kanjeng. Jalanan yang cukup
jauh dari pusat kota, orang-orang yang datang dari luar daerah tersebut,
terpaksa memakai google map untuk melihat peta lokasi. Setelah dekat lokasi,
saya yang membonceng teman memarkirkan motor di pinggir jalan bersama jamaah
maiyah lainnya.
Kami berjalan kaki menuju lokasi yang naik turun dan
dikelilingi sungai warga sekitar. Setelah sekitar 1 kilo meter, sampailah kami
di lokasi, yang sudah dipenuhi berjibun orang dengan pakaian yang beragam,
serta sorot lampu yang temaram. Saya kemudian mencari tempat duduk, dan tibalah
diatas rumput lapangan yang kering, sambil membuka ponsel yang ternyata tidak
ada sinyal, benak saya mengatakan, “ini benar-benar pelosok”.
Dan benar, ketika perwakilan dari pihak
penyelenggara acara memberikan sambutan, beliau mengatakan bahwa, Desa ini
merupakan termasuk Desa yang miskin, pun juga tertinggal. Pihak penyelenggara
melontarkan ujaran bangga, karena telah mampu menghadirkan pengajian seramai
itu. Spontan, para jamaah memberikan
apresiasi dengan tepuk tangan yang meriah, yang kemudian di susul dengan musik
gamelan khas kyai kanjeng, mengiringi romantisnya malam sinau bareng. Lebih
kurang dua ribuan pasang mata memadati lapangan desa itu, anak-anak, ibu-ibu,
pun perawan desa ikut membersamai jamaah yang didominasi kuantitasnya oleh
laki-laki.
“Ajar-Ajur-Ajer”, merupakan tema yang diusung
pada malam itu, Cak Nun memberi penjelasan bahwa Ajar Ajur Ajer berarti belajar
untuk meleburkan diri secara utuh, maksimal, dan total. Tema tersebut sungguh
kontekstual dengan kondisi kebangsaan hari ini, yang mengalami tragedi pemilu
17 April 2019, yang memiliki efek domino sampai sekarang. Arti meleburkan
disini, sejauh pemahaman saya tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga
terhadap makhluk Alloh lainnya, seperti semut, burung, pohon, rumput, dlsb. Tak
terkecuali kepada Alloh, sang maha dari segala maha. Juga
mengajar-mengajur-mengajerkan diri, didalam diri kita, menselaraskan diri
antara jiwa dan raga diri kita sendiri.
Pertama, ajur-ajar-ajer terhadap sesama manusia ialah
mesranya antara jiwa (hati, pikiran, dst), dengan raga (kaki, tangan, rambut,
dst). Salah satu contohnya adalah ketika kita melaksanakan sholat. Sholat
merupakan aktifitas kolaboratif-dialogis antara jiwa dan raga, antara fisik dan
batin. Kita tidak boleh maniak terhadap profesi, yang wajib kita andalkan adalah
cinta dan akhlak. Hidup harus dan untuk melayani dan menemani sesama, jangan
fakultatif satu sama lain, karena semua saling terkait dan mengisi. Mari kita
mengekspresikan kenikmatan diri untuk juga dapat dinikmati oleh orang lain.
Kedua, ajar-ajur-ajer pada makhluk Alloh lainnya,
yaitu ikut serta merawat alam vegetatif. Bagaimanapun juga, harus kita sadari
bahwa tumbuhan adalah pemrakarsa oksigen yang kita hirup sehari-hari, hewan lah
yang memberi lauk kita setiap hari, semutlah yang membersihkan gula yang
tercecer saat kita selesai membuat kopi dipagi hari. Pada waktu jamaah maiyah
sedang menikmati suguhan kemesraan di lapangan Desa Petir malam itu, sempat
terjadi keterkejutan dibelakang, konon ada ular yang melintas, sontak sahut Cak
Nun menyampaikan, “semua makhluk Alloh, tenang saja”. Cak Nun benar-benar
memberikan contoh, betapa mesra beliau dengan hewan, makhluknya Alloh.
Ketiga,ajar-ajur-ajer, terhadap sesama manusia.
Artinya kita harus mampu membersamai dan memesrai semua manusia. Tanpa melihat
pangkat, tanpa memandang suku, tanpa menatap warna organisasi. Dan endingnya
adalah memberi dan menebar manfaat, dukung-mendukung kebahagiaan,
sokong-menyokong kegembiraan.
Keempat, ajar-ajur-ajer, kepada Alloh swt. dalam
artian berusaha selalu pada navigasi kehendak-Nya, yaitu beribadah dan
menghamba secara totalitas, tanpa tapi tanpa tepi. Manifestasi ajar-ajur-ajer
kepada Alloh, salah satunya ialah menyandarkan semua urusan, menyandarkan
ketidakmampuan diri hanya kepada Alloh yang maha segala-galanya, laa haw la
wala quwwata illa billah. Kalau kita mengabdi pada-Nya, maka Alloh akan
memberikan kebahagiaan hidup. Jangan ada yang menghalangi dan mengganggu diri
untuk bermesraan dengan Alloh. Kita hidup Alloh yang menyuruh, maka laksanakan
yang terbaik. Semua milik Alloh, kita tidak punya apa-apa. Alloh menciptakan
kita, karena ingin bercinta, maka perlu ada pihak lain, sebab Alloh membuat
ruang rindu diantara kita. Orang yang rindu Alloh, tidak akan menomersatukan
dunia. Ruang rindu mengandung jiwa perawatan antara Alloh dan manusia. Jangan ndresula
di dunia, karena ini Cuma sebentar. Peliharalah rasa rindu kepada Alloh.
Kelima, ajar-ajur-ajer kepada diri sendiri. Maksudnya
ialah kerjasama diri (jiwa dan raga) diri, untuk selalu dan untuk senantiasa
menahan diri dari dorongan syahwat yang liar, dari dorongan maksiat yang
membuncah, untuk kemudian input dan output diri dalam circle yang
selalu ilahi sesuai apa yang menjadi anjuran-Nya dan menjauhi apa yang
dilarang-Nya. Menghadirkan kegiatan-kegiatan positif bersama pemuda merupakan
salah satu jalan yang amat strategis untuk men-training diri. Sebab
pemuda adalah aset masa depan bangsa, pemuda lah yang akan mengemban tampuk
kepemimpinan bangsa masa depan.
Sebagai penutup catatan ini, semoga dan
semoga, kita mampu mensyukuri apa yang kita punya, standar kaya atau miskin
tidak perlu ada, yang penting pokoknya bersyukur, urip nang ndunya kur
sedela tok, kencot-kencot sedela ya ora papa. 2030 kita lah yang akan
memimpin Indonesia, substansi pemimpin bukan hanya ada didepan saja, tetapi ada
pada pengaruhnya. Dan, Indonesia akan disegani dunia, maka hal ini perlu
kerjasama. Kerjasama artinya siap ngalah satu sama lainnya, untuk tetapi
pada rel cita-cita bersama, yaitu bahagia bersama di dunia dan akhirat.
Comments
Post a Comment