Skip to main content

Merawat Kegembiraan ber-IMM.


Hampir 4 tahun saya bergabung di organisasi ber-jas merah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Dari mulai menjadi mahasiswa baru (MABA), mengisi formulir pendaftaran, hingga terlibat sebagai peserta Darul Arqam Dasar (DAD).

Berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh pengurus/pimpinan saya ikuti, dari kegiatan formal, berdiskusi merancang agenda kedepan, sampai hanya sekadar ngopi-ngopi, sembari selfie sekaligus ngobrolin tugas kuliah dosen.

Di IMM saya banyak belajar bagaimana hidup bersama, saling bekerjasama, berkarya bersama. Walaupun terkadang, ada beda pikiran, pendapat, sampai prinsip, tetapi itu bukanlah penghambat utama, hanya bumbu masakan organisasi yang memang harus ada.

Bagi saya, IMM adalah rumah bersama. Rumah yang dihuni oleh beragam background, culture, jurusan kuliah, sampai perbedaan watak. Artinya, IMM ini terkadang bisa banyak wajah, tergantung siapa yang tampil menonjol dipermukaan.

Saya sampai saat ini masih kagum dengan IMM, yang memiliki tujuan jelas dalam Anggaran Dasar (AD), tepatnya pada Bab III Pasal 7, yang berbunyi "mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah".

Berbicara merawat kegembiraan ber-IMM, berarti melihat IMM dari sudut lensa yang berbudaya, lembut, sekaligus penuh suka cita.

Menurut saya, kegembiraan ber-IMM tercipta apabila nilai "akademis" tak luntur, serta nilai "berkemajuan" tak terlupakan. Sebab itulah sejatinya IMM.

Meminjam perkataan Ali Muthohirin, bahwa "anak muda sinarnya kadang menyala kadang redup."

Namun, inilah tantangan diri kita, untuk terus konsisten dalam memegang ruh ikatan tersebut.

IMM haruslah menjadi "rumah besar" yang tak beririsan dengan kepentingan individu-individu atau gerbong-gerbong yang nyengkuyungnya.

Sebab, menjadi tidak elok ketika dalam sebuah ekosistem perhubungan yang alamiah kemudian ada yang direpotkan dan lainnya diuntungkan.

Kalau sampai ber-IMM ada yag menjadi repot, berarti IMM harus di stetoskop, diindikasi bahkan perlu dievaluasi. Jangan-jangan ada yang tidak tepat dalam mekanisme ber-IMM kita.

Itulah kiranya pesan singkat saya, dipenghujung bulan kemerdakaan Indonesia ini bahwa, merawat kegembiraan IMM itu harus menjunjung tinggi dan menegakkan konstitusi yang berlaku.

Sebab, semua harus digembirakan dan semua harus dimajukan, dalam bingkai dan track yang ideologis.

Wallohu a'lam.
Banyumas, 17 April 2018.

Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-