Tidaklah mudah bagi seorang ketua “RT” menyusun sebuah peraturan. Menyusun saja tidak mudah, apalagi sampai pada tataran implementasi. Sebagian anggota RT bilang, “untuk menyusun sebuah peraturan itu tidaklah sulit...bla..bla...dimulai dari sini dan kita akan mengarah sampai sana”. Sebagian anggota RT lainnya pun tak mau kalah, dia bilang, “beri saya uang segini..bla..bla..maka saya akan bereskan seluruh problem masyarakat.
Namun, ternyata ada pula sebagain masyarakat RT tersebut yang memang sedari awal tidak begitu percaya terhadap ketua RT itu. Pun, sebagian komunitas mempercayakan sepenuhnya kepada ketua RT, dan tidak cukup sampai disitu, komunitas tersebut juga membela pendeng-gepeng, apapun yang dikatakan oleh ketua RT.
Salah seorang kontestan yang ngomong pake ototnya dan otaknya secara keras, justru diam entah kemana, ketika masyarakat menuai berbagai problem yang makin kusut. “Namanya juga mantan kontestan, ya wajar kalau dia hanya ngomong keras saat kontestasi berlangsung”, kata salah seorang pengamat.
Kalau mau membahas soal problem itu, tentu bagai “nawu laut”, alias tak pernah akan tuntas. Cuman yang saya maksud disini, kok sebegitunya dengan wajah tanpa berdosa, membiarkan problem mengalir deras sampai ke lubuk hati tukang kopi dipinggir jalan.
Pemikiran setiap orang memang beragam. Keragaman dan keberbedaannya juga tidak selamanya bisa diterima oleh satu sama lainnya. Nah ini, yang kerap berbenturan. Konflik interest antar elite, yang kemudian juga menggelinding sampai grass root, seringkali tak terhindarkan. Alih-alih menginginkan perbaikan, terkadang malah justru memperkeruh situasi. Ya ini hal yang wajar-wajar saja.
Semua perhatian tertuju pada ketua RT beserta rekan kerjanya. Aksi demi aksi tak terbendung dari penjuru komplek, sampai-sampai menyita perhatian khalayak ramai yang sebenarnya pada awalnya acuh tak acuh. Jurnalis laris-manis, pesanan reportase pun barangkali menjadi bisnis menjanjikan. Tidak bermaksud su’uzon, hanya menaruh rasa waspada saja, tidak lebih dari itu.
Warga RT yang menaruh rasa percaya, khsusunya kepada ketua RT, barangkali mulai tersadarkan untuk mbelot. Lebih-lebih bagi mereka yang memang sedari awal tidak menaruh rasa percaya sedikitpun pada ketua RT, mereka langsung bergelut dengan kritik tajam sampai cacian menyakitkan. Tali BH pun jadi korban.
Sungguh, ini adalah hal yang merugikan, jika terus-terusan tidak menuai angin segar win win solution. Akan tetapi tetap akan menguntungkan, bagi mereka yang bermain game, dibalik tali BH itu. Anggota masyarakat RT mulai bergerak mencurigai tali BH. Yang itu mungkin hanya utopia belaka.
Kemudian dengan gobloknya, salah seorang mahasiswa berkata, “kita harus melawan ketidakadilan sistemik ini”. Apakah ini pertanda, kalau akan ada kejutan “kuasa”?!!. Ketua RT hanya ber-pidato, “kita harus menjaga persatuan dan kesatuan”.
Wallohu a’lam.
Boyolali, 19 September 2019.
Comments
Post a Comment