Skip to main content

Kaya ya alhamdulillah, miskin ya alhamdulillah.


Basir yang sedang galau masalah pekerjaan, sengaja menghubungi Dadang yang merupakan teman lamanya, untuk sekedar ngopi-ngopi santai dirumahnya. Barangkali sekitar jam sembilan lebih, mereka memulai nyruput kopi yang dibuat oleh Dadang. Ngopi-ngopi antara Basir dan Dadang, kemudian diramaikan oleh Eko dan Ahmad, yang datang karena diberitahu oleh Dadang, bahwa Basir sedang ngendong/berkunjung. Mereka ber-empat pun bernostalgia dan saling berbagi kisah insipratifnya, kebetulan diantara mereka ber-empat yang sudah tidak lajang adalah Ahmad, bahkan sudah memiliki momongan.

Kira-kira dua jam-an sudah mereka ber-empat bercakap-cakap, Ahmad dan Eko memutuskan untuk pamit pulang terlebih dahulu. Maklum saja, mereka sudah punya pekerjaan masing-masing, maka yang tersisa membersamai kopi-kopi adalah Basir dan Dadang, yang kebetulan masih tuna pekerjaan. “Dang, besok kamu ada acara gak, temenin aku ke Kota yuk”. Bisik-bisik Basir, melihat kondisi banyak orang yang sudah terlelap, ia takut mengganggu. “gak ada acara aku, ayo lah siap, mau jam berapa?”. Jawab Dadang sekaligus bertanya balik. “pagi saja yaa, jam enam, biar gak macet, gimana?”, sahut Basir, yang disusul dengan sruputan kopi. “oke lah siap, mudah-mudahan gak telat bangun ya”. Jawab Dadang, sambil ngucek-ngucek matanya yang mulai ngantuk.

Keesokan paginya, Dadang dan Basir benar-benar mewujudkan rencananya tersebut. Mereka berdua berboncengan motor, yang dilengkapi dengan berkas-berkas lamaran pekerjaan yang dibawa oleh Dadang, menggunakan tas berwarna kusam dan gelap, tidak lupa juga mereka berdua memakai helm khas anak muda, walaupun Dadang meminjamnya dari tetangga pinggir timur rumahnya. Mereka berdua berangkat ke kota, bersamaan dengan anak-anak sekolah, guru-guru, petani-petani, dan pengangguran-pengangguran lainnya, dengan semangat yang membara.

Lebih kurang satu jam lebih mereka diatas motornya, Basir dan Dadang yang belum mengetahui alamat kantor yang mereka tuju, akhirnya memutuskan diri untuk membuka google map. Selang tiga menit, alamat yang dituju pun berhasil diketemukan, alhasil mereka berdua langsung bergegas menuju lokasi.

Sesampaianya dilokasi, Basir dan Dadang memarkirkan motor tepat didepan kantor, yang ternyata sudah ramai diisi oleh pelamar kerja yang lain, mereka berbaris duduk didepan kantor yang ternyata belum buka. Basir dan Dadang pun ikut-ikutan duduk. Basir yang memiliki karakter cukup ramah itu, kemudian mengajak orang yang baru ditemuinya disana untuk ngobrol-ngobrol. “mas mau daftar kerja disini?”, tanya Basir sambil senyum-senyum. “iya mas ini, sama temen sebelah saya juga”.   jawabnya dengan senyum-senyum juga.

Tidak lama kemudian, datanglah seorang pria, yang tiba-tiba duduk diantara Basir dan Dadang. Pria tersebut sebut saja bernama Fani. “Mas mau daftar kerja disini”? tanya Basir, yang seperti biasa sambil senyum-senyum. “iya ini, sekarang susah cari kerja mas, apalagi umur saya yang sudah tua”. Jawab mas Fani dengan ekspresi agak pesimis. Setelah mereka menunggu kira-kira lima belas menit, kemudian pada akhirnya, kantor yang mereka nanti-nantikan pun terbuka. Antrian yang mencapai puluhan itu, bergegas untuk masuk kedalam kantor, termasuk Basir, mas Fani.

Sekitar lima menit Basir menunggu antrian untuk bertemu dengan penjaga kantor, kemudian waktu yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba. “Mohon maaf mas, keperluannya apa yah?” tanya sang penjaga kantor, yang bertubuh tegap, sepertinya dia adalah satpam. “anu pak, saya mau daftar kerja disini”. Jawab Basir dengan sedikit gugup. “kalau begitu, saya lihat-lihat dulu berkasnya ya mas”, respon penjaga kantor itu, dengan tegas namun ramah. Basir pun menyerahkan berkas-berkas yang sudah dipersiapkannya jauh-jauh hari. “mohon maaf mas, untuk pekerjaan yang mas tuju, sementara ini belum membuka lowongan kembali, karena sudah empat ratus lebih yang mengantri untuk diseleksi”. Kata penjaga toko itu, dengan sopan yang khas karyawan. “oh, begitu ya pak, terus kira-kira buka kembali kapan ya pak?”. Tanya Basir dengan nada yang cukup lemas. “belum tau mas, nunggu pimpinan yang memutuskan”. Jawab penjaga toko itu. “ya sudah pak, saya pamit dulu”, sahut Basir, sambil tersenyum kecut bergegas menuju keluar kantor.

Pekerjaan yang telah didambakan sejak lama oleh Basir ini pun, pada akhirnya harus pupus. Dadang yang duduk diluar kantor, kemudian bertanya kepada Basir, “Gimana Sir, sudah ke-trima?”, “belum Dang, ternyata kantor itu belum membutuhkan tenaga kerja”, jawab Basir dengan perasaan sedikit kecewa. “oalah, begitu toh, terus kita mau kemana ini?” tanya Dadang pada Basir yang sedang membereskan tas nya. “kita pulang ayo Dang, tapi lewat jalan yang agak beda ya”. Respon Dadang, sambil bergegas menuju motor yang diparkir. Disusul oleh Dadang sambil berjalan memegang kretek ditangannya.

Akhirnya, mereka berdua pun pulang, dan sesuai dengan apa yang dikatakan Basir, yaitu lewat jalan yang berbeda. Motor yang dikendarai oleh Basir dengan kecepatan stabil 80 KM/jam, kemudian lambat laun melambat. Sebab didepannya ada truck besar yang bermuatan kayu gelonggongan. Truck tersebut ternyata sedang antri lewat, karena jalan yang sedang mengalami perbaikan, jadi jalan tersebut menggunakan sistem buka-tutup. Basir yang waktu itu berperan menjadi driver-nya Dadang, cukup serius memperhatikan gambar dan tulisan yang ada dibelakang truck.

“Ada apa Sir, kok keliatannya serius banget”? tanya Dadang, sambil menepuk pundak Basir. “Itu loh Dang, dibelakang truck ada gambar sama tulisan”. Jawab Basir, sambil nyagak siji motonrnya. Ternyata gambar yang ada dibelakang truck itu adalah gambar Emha Ainun Nadjib (CAKNUN), yang sedang duduk memegang mic, yang bertuliskan“Jika kamu sudah menjadi manusia yang sewajarnya dan kerja keras, maka kaya ya alhamdulillah miskin ya alhamdulillah”. Setelah Basir dan Dadang melihat itu, seolah-olah dunia menghening sejenak. Lalu, hati mereka berkata, “ini kok sesuai sama kondisiku hari ini ya, yang belum dapat kerja, Alloh sedang memberikan nasehat kepadaku, melalui tulisan dan gambar dibelakang truck ini”.

“Kata beberapa orang, jaman sekarang mencari kerja saat ini itu sulit. Tapi kok, kehidupan yang mewah lebih mudah dijumpai dari pada jaman dulu. Kok bisa begini? Lalu yang perlu diperbaiki apanya?”, gumam Basir sambil melanjutkan perjalanan.

Wallohu a’lam.
Banyumas, 23 Juli 2019.


Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-