Pola Penyelenggaraan Sistem Observasi,
Monitoring, dan Evaluasi Darul Arqam Madya.
Oleh:
Dimas Rahman Rizqian[1]
PENDAHULUAN
“Dan hendaklah takut
kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkatan yang benar”. QS. An-Nisa: 9.
Perkaderan ikatan merupakan proses pembelajaran yang
dilakukan oleh kader dalam kehidupan, baik bersama ikatan ataupun ketika sudah
berada di luar struktur ikatan. Sistem perkaderan ikatan secara filosofis
merupakan penerjemahan perkaderan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Hal
tersebut, dapat dilihat dari nama perkaderan yakni Darul Arqam. Darul Arqam
dalam sejarahnya merupakan nama tempat sahabat nabi yakni Arqam Ibn Abil Arqam.
Perkaderan tersebut, melahirkan generasi awal Islam seperti, Abu Bakar, Ali bin
Abi Thalib, Siti Khatijah, Sa’ad bin Abi Waqas dan yang lain. Filosofis
perkaderan yang dilakukan oleh Rasul, yakni penanaman nilai-nilai Islam secara
kaffah, dengan cara mengubah kesadaran jahiliyyah sehingga menjadi kesadaran al
syakhsiyah faal fadli (hablum minallah dan hablum minannas).
Proses tersebut dilalui dengan cara kristalisasi kader sehingga terbentuknya kader Islam. Sedangkan kaderisasi yakni dengan melaksanakan proses proses sesuai dengan tujuan IMM yaitu terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia untuk mevapai tujuan Muhammadiyah. Selanjutnya konsolidasi yang dilakukan oleh ikatan dengan proses penggunaan identitas simbolik dan identitas substansial. Identitas simbolik yakni dengan cara memahami makna simbolnya, dengakan identitas substansi merupakan kerangka pikir anggota ikatan dalam menjalankan aktivitasnya.
Dalam proses konsolidasi ikatan terdapat juga proses individuasi kader yang dilakukan kader untuk melahirkan kolektifitas gerakan, ataupun sebaliknya, kolektifitas ikatan mampu melakukan individuasi.[2] Hal tersebut diatas merupakan muqoddimah sistem perkaderan IMM, yang menjadi gambaran umum dan menyeluruh, sebagai suatu pedoman dalam menyelenggarakan sebuah perkaderan baik yang bersifat utama, khusus, dan pendukung. Pimpinan IMM dalam setiap level harus secara sadar memamhi hal tersebut, agar supaya proses perkaderan yang dijalaninya benar-benar terinternalisasi.
Proses tersebut dilalui dengan cara kristalisasi kader sehingga terbentuknya kader Islam. Sedangkan kaderisasi yakni dengan melaksanakan proses proses sesuai dengan tujuan IMM yaitu terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia untuk mevapai tujuan Muhammadiyah. Selanjutnya konsolidasi yang dilakukan oleh ikatan dengan proses penggunaan identitas simbolik dan identitas substansial. Identitas simbolik yakni dengan cara memahami makna simbolnya, dengakan identitas substansi merupakan kerangka pikir anggota ikatan dalam menjalankan aktivitasnya.
Dalam proses konsolidasi ikatan terdapat juga proses individuasi kader yang dilakukan kader untuk melahirkan kolektifitas gerakan, ataupun sebaliknya, kolektifitas ikatan mampu melakukan individuasi.[2] Hal tersebut diatas merupakan muqoddimah sistem perkaderan IMM, yang menjadi gambaran umum dan menyeluruh, sebagai suatu pedoman dalam menyelenggarakan sebuah perkaderan baik yang bersifat utama, khusus, dan pendukung. Pimpinan IMM dalam setiap level harus secara sadar memamhi hal tersebut, agar supaya proses perkaderan yang dijalaninya benar-benar terinternalisasi.
Sebagai salah satu bagian dari gerakan kader dalam
Muhammadiyah orientasi kekaderan IMM diarahkan pada terbentuknya kader yang
siap berkembang sesuai dengan spesifikasi profesi yang ditekuninya, kritis,
logis, trampil, dinamis, utuh. Kualitas kader yang demikian ditransformasikan
dalam tiga lahan aktualisasi yakni: persyarikatan, umat dan bangsa. Secara
substansial, arah perkaderan IMM adalah penciptaan sumber daya manusia yang memiliki
kapasitas akademik yang memadai sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman,
yang berakhlakul karimah dengan proyeksi sikap individual yang mandiri,
bertanggungjawab dan memiliki komitmen serta kompetisi perjuangan dakwah amar
ma’ruf nahi munkar. Adapun falsafah perkaderan IMM yaitu mengembangkan
nilai-nilai uswah, pedagogi-kritis, dan hikmah untuk mewujudkan gerakan IMM
sesuai dengan falsafahnya yakni IMM sebagai gerakan intelektual. Sebagai sebuah
proses organisasi, perkaderan IMM diarahkan pada upaya transformasi ideologis
dalam bentuk pembinaan dan pengembangan kader, baik kerangka ideologis maupun
teknis manajerial. Dalam tahapan yang lebih praktis, akumulasi proses
perkeaderan diarahkan dalam rangka transformasi dan regenerasi kepemimpinan IMM
disetiap level kepemimpinan.[3]
Hal tersebut merupakan arah sekaligus tujuan perkaderan IMM, yang sangat
penting dipahami oleh seluruh kader, pimpinan dan khususnya para instruktur
yang merupakan penanggungjawab pengelolaan perkaderan.
Penyelenggaraan perkaderan IMM adalah menyangkut
perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Perencanaan berupa serangkaian proses pra pelaksanaan perkaderan
dan merupakan tahap persiapan. Dalam setiap level kepemimpinan IMM perkaderan
harus direncanakan secara menyeluruh baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pelaksanaan adalah merupakan tahap pokok
proses perkaderan, penerapan kurikulum, yang tercermin di jadwal acara. Dalam
tahap ini, tim instruktur bertugas menyusun dan melaksanakan rangkaian acara
berupa: pembukaan, pelaksanaan kurikulum, pengenalan awal, pengarahan umum dan
dialog, penerapan kurikulum, pengelolaan kelas, pengembangan peserta,
pelaksanaan tugas dan wewenang instruktur, pengembangan kegiatan, keaktifan dan
partisipasi peserta, evaluasi akhir, penutup. Tindak lanjut (follow up) adalah serangkaian kegiatan yang
dilaksanakan sebagai tindakan pasca perkaderan dalam rangka menciptakan kondisi
yang mengikat peserta dan mendukung optimalisasi tujuan perkaderan. Tindak
lanjut penyelenggaraan perkaderan berupa: laporan penyelenggaraan secara
menyeluruh, pelulusan peserta dan penyerahan syahadah, pemantauan ekstrainer
:aktivitas & prestasi, pendataan ekstrainer & potensinya, pengembangan
kegiatan.[4]
Sesuai dengan masing-masing komponen dan jenjang
sararan perkaderan IMM adalah mahasiswa, anggota, calon pimpinan, pimpinan dan
calon instruktur. Target perkaderan diproyeksikan untuk terbentuknya sumber
daya kader structural dan fungsional yang professional. Target perkaderan utama
adalah terinternalisasikan nilai-nilai perjuangan visi dan misi IMM dan
sekaligus terciptanya kader pimpinan yang memiliki kompetensi dan wawasan yang
sesuyai dengan level/tingkatan kepemimpinan masing-masing. Sementara target
perkaderan khusus diproyeksikan pada terbentuknya pengelola perkaderan
(instruktur) yang professional. Sedangkan target perkaderan pendukung adalah
meningkatnya kualitas sumber daya kader menurut minat, bakat, profesi,
keterampilan dan keahlian pada bidang tertentu.[5]
Hal tersebut merupakan sasaran dan target perkaderan IMM, setelah kader IMM
mengetahui sasaran dan target diharapkan kader mampu untuk melakukan
upaya-upaya kreatif untuk mengelolanya dengan baik. Dalam tulisan ini, penulis
akan membahas tentang salah satu komponen dari perkaderan IMM yaitu perkaderan
utama Darul Arqam Madya (DAM), yang lebih di spesifikan pada pola
penyelenggaraan sistem observasi, monitoring, dan evaluasinya. Penulis
memandang bahwa, perkaderan sebuah organisasi akan berjalan dengan baik jika
pola (observasi, monitoring, dan evaluasi) yang dilakukan secara baik pula,
terlebih IMM.
Kajian teori
Berangkat dari pendahuluan diatas yang telah
memberikan gambaran umum tentang persoalan yang akan penulis jawab, yaitu
tentang pola penyelenggaraan sistem observasi, monitoring, danevaluasi
perkaderan utama Darul Arqam Madya, maka diperlukan kajian teori sebagai
landasan penulisan ini, agar supaya bernilai kuat dan bisa
dipertanggungjawabkan. Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi,
dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui
spesifikasi hubungan antar variable, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan
dan meramalkan fenomena.[6]
Jadi dapat kita pahami bahwa, kajian teori merupakan seperangkat teori-teori
yang saling memiliki hubungan dalam rangka memberikan landasan teoritis , dalam
hal ini terhadap pola penyelenggaraan sistem observasi, monitoring, dan evaluasi
yang akan penulis bahas dan berikut akan dikemukakan dibawah ini.
Pertama tentang
observasi. Observasi adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian dengan jalan
mengadakan pengamatan secara langsung dan sistematis. Data-data yang diperoleh
dalam observasi itu dicatat dalam suatu catatan observasi. Kegiatan pencatatan
dalam hal ini adalah merupakan bagian dari pada kegiatan pengamatan.[7] Dalam
referensi yang lain disebutkan, menurut Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan
bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang
tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikhologis. Dua di antara yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan data
dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia,
proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu
besar. Dari segi proses pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation (obeservasi
berperan serta) dan non participant
observation, selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka
observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur.[8]
Kedua
tentang monitoring. Dalam kamus ilmiah populer kata monitoring memiliki
pengertian memperingatkan, memonitor, memantau.[9]
Monitoring secara umum dapat diartikan sebagai fungsi manajemen yang dilakukan
pada saat kegiatan sedang berlangsung mencakup aspek-aspek antara lain (Dewi
et. al, 2014): 1). penelusuran pelaksnaan kegiatan dan pengeluaran (focus input,
proses dan output). 2). Pelaporan tentang kemajuan. 3). Identifikasi
masalah-masalah pengelolaan dan pelaksanaan.[10]
Ketiga
tentang evaluasi. Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris
evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan
Shadily, 1983: 220). Pendapat lain mengatakan bahwa ditinjau dari sudut bahasa,
penilaian diartikan sebagai proses menentukan bilai suatu obyek (Nana Sudjana,
1989: 3). Menurut pngertian istilah evaluasi merupakan kegiatan terencana untuk
mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrument dan hasilnya
dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan. Menurut Edwind Wand
dan Gerald W. Brown dalam bukunya Essentials of Educational dikatan bahwa: Evaluation refer to the act or process to
determining the value of something (Wand and Brown, 1957: 1). Evaluasi
adalah suatru tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari pada
sesuatu.[11]
PEMBAHASAN
Darul Arqam Madya (DAM)
merupakan perkaderan utama tingkat kedua dari tiga tingkat perkaderan yang
secara praktis menjadi prasyarat calon pimpinan IMM di level cabang dan daerah.
Secara umum, tujuan terselenggaranya DAM yaitu membentuk karakter dan
kepribadian serta mutu anggota hingga mencapai kualifikasi kader IMM yang
mempunyai wawasan tingkat cabang dan daerah. Oleh sebab itu, penting untuk
menghadirkan sebuah pola penyelenggaraan sistem observasi, monitoring, dan
evaluasi Darul Arqam Madya dengan sebaik-baiknya dalam rangka mewujudkan
cita-cita tersebut. Berangkat dari kajian teori diatas, penulis akan
membahasnya secara mendetail.
Pertama,
observasi Darul Arqam Madya (DAM). Observasi DAM dilakukan untuk mencari dan
mengetahui seluruh aspek dalam penyelenggaraan, yang menyangkut tentang tujuan
atau tema, peserta, narasumber. Hal tersebut dilakukan oleh tim instruktur
seluruhnya, dikhususkan dan dimaksimalkan oleh observer dalam
dokumentasi/pencatatan. Tujuan atau tema
dapat dibuat dan diajukan oleh penanggungjawab program dalam hal ini Pimpinan
Cabang kepada pimpinan diatasnya atau dibahas bersama, tujuan atau tema
merupakan objek observasi, hal tersebut (observasi) dapat dilakukan dengan cara
mengadakan pertemuan khusus sebelum agenda dilakasanakan, yang berfungsi agar
terjadi singkronisasi antara pengelola perkaderan (instruktur) dengan
penanggungjawab perkaderan (pimpinan cabang), supaya saling mendukung untuk
mewujudnyatakan tujuan itu sendiri. Selanjutnya, yang menjadi subjek observasi
adalah Peserta sebagai bagian dari
aspek yang penting untuk dilakukan observasi, hal tersebut dapat dilakukan
dengan cara menganalisis Daftar Riwayat Hidup (DRH), hasil makalah/esai
peserta, screening dan mengadakan pre-test. Hal ini berfungsi untuk
memberikan panduan tim instruktur dalam melaksanakan perlakukan dalam proses
perkaderan, baik dalam forum maupun luar forum. Terakhir yaitu Narasumber, merupakan aspek yang juga
tidak kalah penting untuk dilakukan observasi, narasumber yang dipilih harus
memiliki kompetensi terhadap materi yang nantinya akan disampaiakan dalam
forum.
Kedua,
monitoring Darul Arqam Madya (DAM). Monitoring DAM merupakan proses pemantauan
yang dilakukan terhadap seluruh aspek yaitu perilaku dan perkembangan peserta,
materi, alur, dan narasumber. Monitoring bertujuan untuk mengetahui
perkembangan pelaksanaan perkaderan, apakah sesuai dengan yang direncanakan
atau tidak, apakah ada kendala dan hambatan yang ditemui, dan bagaimana upaya
untuk mengatasi hambatan dan kendala tersebut, monitoring lebih bersifat
pengontrolan selama program perkaderan berjalan dan lebih bersifat klinis.[12]
Tim instruktur harus menjadi monitor seluruhnya, tetapi yang lebih harus
bekerja secara mendalam yaitu instruktur yang tugasi khusus yaitu observer Hal ini berguna untuk mengetahui sejauh mana
proses ini efektif atau terjadi hambatan. Jika terdapat hambatan maka, tim
instruktur harus melakukan upaya kontekstualisasi dan reformulasi dalam hal
pelaksanaan meliputi seluruh aspek diatas.
Ketiga,
evaluasi Darul Arqam Madya (DAM). Evaluasi DAM merupakan proses mengukur
keberhasilan perkaderan sebagai instropeksi dari setiap tahapan yaitu
pra-proses-pasca pelaksanaan. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan benar, tim
instruktur sebelum melaksanakan evaluasi, tim instruktur harus berdasar pada
data-data ilmiah yang ada baik berasal dari hasil observasi, monitoring, maupun
sumber-sumber lain yang ilmiah dan relevan. Evaluasi dilakukan dengan memakai
instrument yang disiapkan, dan dilakukan analisis serta ditindaklanjuti dengan
laporan dan tindak lanjut perkaderan di tempat asal.[13]
Hal inilah yang akan menentukan penenntuan agenda program kedepan.
PENUTUP
Demikian bahasan tentang pola
penyelenggaraan sistem observasi, monitoring, dan evaluasi dalam perkaderan
utama tingkat kedua dalam IMM. Penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa
penyelenggaraan perkaderan IMM, dalam hal ini sistem observasi, monitoring, dan
evaluasi harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya guna menciptakan sebuah
proses dan hasil yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan. Kesungguhan,
ketelitian, dan keuletan dari tim instruktur yang solid sangat diperlukan dalam
proses yang penulis telah bahas panjang lebar diatas. Penulis menyadari ini
bukanlah pekerjaan yang mudah bagi tim instruktur dalam mengupayakan proses dan
hasil yang ideal tersebut, untuk itu peran serta seluruh komponen pelaksana
baik itu penanggungjawab, panitia pelaksana dan lain sebagainya, juga menjadi
penentu utama kesuksesan perkaderan.
Perkaderan merupakan ruh bagi
jalannya roda organisasi, jika ruh ini sakit maka perkaderan akan sakit,
apabila mati maka akan mati pula organisasi, oleh karena itu hidup-hidupilah
perkaderan dengan sebaik-baiknya, agar tujuan persyarikatan “Menegakkan
menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya” dan tujuan Ikatan “Mengusahakan terbentuknya akademisi Islam
yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”, dapat terwujud
dan dirasakan oleh seluruh kader, ummat dan masyarakat.
Nashrun minallah, wafathun qarib.
Billahi fi sabilil haq, fastabiqul
khairat.
Wallohu a’lam.
Banyumas, 7 Januari 2018.
---------------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
Agustin,
Risa, 2001, Kamus Ilmiah Populer,
Serba jaya, 2001, Surabaya.
MPK PP Muhammadiyah, 2016, Sistem Perkaderan Muhammadiyah, MPK PP
Muhammadiyah, Yogyakarta.
Nurkancana, Wayan & Sumartana,
1983, Evaluasi Pendidikan, Usaha
Nasional, Cetakan Ke-2, Surabaya.
Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), Alfabeta, Cetakan Ke-11, Bandung.
Sulistyorini,
2009, Evaluasi Pendidikan, Penerbit
Teras, Cetakan I, Yogyakarta.
Tim Penyusun, 2011, Sistem Perkaderan Ikatan, Dewan Pimpinan
Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Jakarta.
[1]Calon peserta LIM DPD
IMM JATENG 2018.
[2]Tim Penyusun, Sistem Perkaderan Ikatan, (Jakarta:
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, 2011), hlm. IX.
[3]Tim Penyusun, Sistem Perkaderan Ikatan,,,,,,,,,,,,hlm.
1.
[4]Tim Penyusun, Sistem Perkaderan Ikatan,,,,,,,,,,,,,hlm.
12-13.
[5]Tim Penyusun, Sistem Perkaderan Ikatan,,,,,,,,,,,,hlm.
2.
[6]Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung: Alfabeta, Cetakan Ke-11,
2010), hlm. 79-80.
[7]Nurkancana, Wayan &
Sumartana, Evaluasi Pendidikan,
(Surabaya: Usaha Nasional, Cetakan Ke-2, 1983), hlm. 46.
[8]Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D),,,,,,,,,,,,,,,,hlm. 203-204.
[9]Agustin, Risa, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Serba
jaya, 2001), hlm. 334.
[10]Alviani Wahyuni Suyodti,
Rancang Bangun Sistem Informasi Monitoring Penyewaan Gedung dan Infrastuktur
Teknologi Informasi (Studi Kasus: PT. Indosat, TBK dan Mitra), Skripsi, (Jakarta: Prgram Studi Sistem
Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2014), hlm. 19. Diambil dari http://repository.uinjkt.ac.id/dpace/bistream/123456789/27305/1/ALVIAN%20WAHYUNI-FST.pdf. Diakses pada tanggal
18 Januari 2018. Jam 01.04 WIB.
[11]Sulistyorini, Evaluasi Pendidikan, (Yogyakarta: Teras,
Cetakan ke-1, 2009), hlm. 49-50.
[12]MPK PP Muhammadiyah, Sistem Perkaderan Muhammadiyah,
(Yogyakarta: MPK PP Muhammadiyah, terbitan Kedua, 2016), hlm. 96.
[13]MPK PP Muhammadiyah, Sistem Perkaderan Muhammadiyah,,,,,,,,,,,,hlm.
103.
Comments
Post a Comment