Membaca
IMM Hari Ini[1]
(Menyoal Persoalan Dalam
Konteks Persyarikatan, Umat dan Bangsa).
Oleh:
Dimas Rahman Rizqian[2]
“Wahai orang-orang yang
beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada
Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al-Hasyr: 18).
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
merupakan rumah besar yang berpenghuni jutaan mahasiswa, tersebar diberbagai
perguruan tinggi di Indonesia, bahkan luar negeri. IMM adalah gerakan mahasiswa
Islam yang beraqidah Islam bersumber Al-Qur’an dan As-Sunnah, didirikan pada
tanggal 29 Syawal 1384 H bertepatan dengan tanggal 14 Maret 1964 M di
Yogyakarta. IMM berasaskan Islam, bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan
dan kemahasiswaan. Organisasi ini memiliki lambang pena berlapis dengan tiga
warna, bunga melati, pita yang tercantum tulisan arab fastabiqul khairat, serta matahari bersinar. Tujuan IMM adalah
mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka
mencapai tujuan Muhammadiyah. Susunan organisasinya, terdiri atas komisariat,
korkom, cabang, daerah dan pusat.[3]
Dalam setiap pergumulan manusia, semuanya pasti memiliki nilai atau bisa kita
sebut sebagai tujuan, yang dipegang teguh oleh individu yang itu menjadi
konsensus bersama baik secara de facto
maupun de jure, termasuk organisasi
IMM. Dalam memperjuangkan tujuannya tersebut, adalah sesuatu yang wajar ketika
menjumpai berbagai persoalan, baik dari sisi internal maupun eksternal.
Pada tanggal 14 maret 2018 besok,
IMM telah genap berusia 54 tahun. Bukan persoalan yang mudah dalam langkahnya,
disertai rentetan dinamika organisasi yang tak terhindarkan diumurnya yang
mencapai lebih dari setengah abad ini. Maka dari itu, sebagai organisasi yang
terus menginginkan kebaikan dalam setiap gerak langkahnya, menjadi sangat
penting untuk terus melakukan koreksi dan refleksi. Dalam tulisan ini, saya
fokuskan membahas persoalan IMM dalam konteks persyarikatan Muhammadiyah, umat
Islam dan bangsa Indonesia. Sebagai upaya mempertajam data, saya telah
melakukan wawancara kepada beberapa tokoh terkait, yang saya anggap
representatif menyoal persoalan ini.
Membaca kembali GBHO IMM
Garis-garis Besar Haluan Organisasi
(GBHO) IMM dalam konteks menyebutkan secara eksplisit bahwa, IMM adalah bagian
dari Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) yang memiliki posisi strategis dalam
rangka membangun tradisi pembaharuan Muhammadiyah, memenuhi kader-kader
akademis masa depan, dengan basis kekuatan yang berada di kampus-kampus
Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dan non PTM lainnya.[4]
IMM sebagai bagian dari generasi muda Islam perlu mengambil peran lebih besar
dalam gerakan kultural partisipatoris yang selalu terlibat secara intensif
mengambil peran sosial di wilayah infrastruktur-suprasutruktur, serta
bertanggungjawab bersama generasi muda Islam lainnya untuk menyiapkan sumber
daya manusia yang berkualitas dan kompetitif.[5] IMM
sebagai bagian dari generasi muda, sekaligus tumpuan harapan pelanjut nasib
bangsa Indonesia, dituntut untuk memiliki kemampuan yang tepat dalam memberikan
jawaban terhadap dinamika bangsa dalam sektor ekonomi, politik, sosial, hankam,
hukum, kemasyarakatan, lingkungan dan teknologi.[6]
GBHO diatas sengaja saya ringkas supaya mudah dipahami.[7]
Perlu disadari oleh kita semua bahwa GBHO ini merupakan the big umbrella bagi program kerja yang akan dirumuskan dan
dikerjakan. IMM yang merupakan Organisasi Otonom (ORTOM) Muhammadiyah dan
sekaligus gerakan mahasiswa Islam, bisa saya simpulkan akan terus berhubungan
dengan persoalan pesyarikatan, umat dan bangsa. Pertanyaannya, apakah IMM hari
ini sudah mampu menjawab persoalan tersebut?
Kata mereka tentang IMM
hari ini
Pada hari jum’at 9 maret
2018, merupakan waktu yang saya pilih untuk melakukan wawancara kepada beberapa
tokoh yang berhubungan langsung dengan IMM. Mereka yaitu Dr. Anjar Nugroho[8], Najih
Prasetyo[9],
Ali Muthohirin[10],
Dr. Ibnu Hasan[11],
Yedi Mulya Permana[12],
dan sebetulnya masih banyak lagi, tetapi karena keterbatasan waktu maka tidak
semua saya bisa munculkan. Wawancara tersebut saya lakukan dengan menggunakan
media sosial whatsapp, dengan satu
pertanyaan yaitu “Apa persoalan IMM hari
ini, dalam konteks persyarikatan, umat dan bangsa?”
Berikut
ini screenshot percakapan singkatnya:





Sekarang
mari kita tinjau pendapat mereka dalam persoalan persyarikatan, umat dan
bangsa.
Pertama,
pendapat yang dimuncul dari Bapak Anjar, disini terlihat bahwa ada pesan
implisit yang saya maknai sangat halus, yaitu IMM dituntut untuk terus menilai
dirinya sendiri, membaca ulang gerakannya serta harus sadar bahwa persoalannya
bukan hanya banyak, tetapi kompleks dan multidimensi. Ini tentunya berlaku
dalam konteks persoalan persyarikatan, umat dan bangsa.
Kedua,
pendapat yang disampaikan oleh Mas Najih, dalam kacamatanya IMM dinilai tidak
memiliki kompetensi untuk melakukan transformasi value (nilai) dari kepemimpinan hari ini, serta belum berdaya
secara konsepsi pola gerakan yang menjadi patron ditengah jumudnya masyarakat.
Ketiga,
jawaban muncul dari orang yang paling senior diantara ke-5 narasumber yang saya
wawancarai, yaitu Dr. Ibnu hasan, pendapatnya singkat dan cukup membuat saya
sedikit kebingungan dalam hal memaknainya. Namun, jika kita mencoba memberikan
interpretasi atas jawabannya maka akan kita temukan bahwa beliau memberikan
sinyal kepada kita untuk kembali menjiwai nilai-nilai IMM yang salah satu
nilainya adalah Tri dimensi atau
Trilogi IMM (Keagamaan, Kemahasiswaan, kemasyarakatan) lewat itulah IMM akan
menuai kesuksesan.
Keempat,
pendapat yang dimunculkan oleh Mas Ali, bahwa dalam konteks persyarikatan kader
IMM masih kurang memahami ideologi Muhammadiyah secara utuh dan kurang
berpartisipasi aktif dalam roda organisasi Muhammadiyah. Hal ini juga
dibenarkan oleh Bapak Dr. Haedar Nashir[13],
bahwa ideologi Muhammadiyah belum sepenuhnya dipahami oleh sebagian anggota dan
pimpinan serta tidak dapat membedakannya dengan ideologi lain.[14]
Dalam konteks keumatan, IMM dituntut untuk lebih fokus dalam
advokasi/keberpihakan terhadap kaum dhuafa
(lemah) dan mustadh’afin
(dilemahkan). Dalam konteks kebangsaan, IMM didorong untuk lebih berani melakukan
pengawalan terhadap konsep kenegaraan yang dinarasikan dalam ruang-ruang kosong
kebangsaan.
Kelima,
pendapat dari Mas Yedi, IMM dituntut untuk segera menemukan rumusan peta jalan
dalam diaspora kader yang memiliki minat dan potensi di wilayah keilmuan,
politik maupun sosiopreneur. Memang, sebagai kader yang sudah hampir 4 tahun
ber-IMM saya melihat peta jalan yang belum dibuat terarah dengan detail kedepan,
juga belum dioptimalkannya Forum Keluarga Alumni (FOKAL) IMM sebagai ruang
untuk melakukan konsespsi, dari tingkat pusat sampai grass root.
Kepemimpinan ideologis;
sebuah tawaran.
Kepemimpinan ideologis
dalam hal ini saya artikan sebagai proses menjalankan organisasi IMM dengan
berlandaskan nilai-nilai. Sejarah telah membuktikan betapa besar peranan
Muhammadiyah dalam proses pembaharuan dan perkembangan bangsa Indonesia,
khususnya di kalangan masyarakat Islam, sejak 1912. Di antara faktor penentu
bahwa Muhammadiyah dapat berperan seperti itu ialah karena keteguhannya menjaga
identitas organisasi, keluwesannya dalam bertindak, ketekunan dan kegigihannya
dalam berjuang sehingga menghasilkan kerja yang nyata dalam pembangunan
masyarakat, bangsa dan negara, baik di bidang pembaharuan pemikiran Islam
maupun bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan. Kalau di tinjau
dari sejarah perkembangan Muhammadiyah, terutama pada tahun-tahun awal
berdirinya, maka akan di peroleh kesan bahwa peranan Muhammadiyah dalam gerakan
tajdid telah berhasil menggerakkan pembangunan dan pembaharuan masyarakat. Hal
itu di sebabkan oleh orang-orang didalamnya yang menyadari peranan diri mereka
sebagai penggerak misi Muhammadiyah. Di samping itu mereka melakukan gerakannya
berdasarkan keyakinan sistem, cara perjuangan dan jalan yang telah ditempuh
oleh persyarikatan. Hal itulah yang menjadi salah satu factor keberhasilan
Muhammadiyah dalam menyatukan jamaah yang terdiri dari orang-orang yang
“mengajak” (yad’una), seperti yang
termaktub dalam Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran, ayat 104: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.” Menyeru atau mengajak mengandung arti aktif
dan dinamis, yang di dalamnya ada rencana serta arahan kepada orang lain untuk
menyadari dan melakukan tindakan yang bermakna dan bermaslahat. Dengan
demikian, setiap anggota Muhammadiyah terus-menerus berada di tengah masyarakat
untuk melaksanakan dakwah dan amal/usaha Muhammadiyah. Jelas, bahwa faktor
manusia yang memiliki kesadaran dan kemauan untuk selalu bergerak dengan
komitmen yang tinggi sangat menentukan peranan Muhammadiyah sebagai gerakan
Islam, da’wah amar ma’ruf nahi mungkar dan tajdid.[15]
IMM sebagai bagian dari Angkatan
Muda Muhammadiyah, memiliki posisi yang paling strategis untuk menghimpun dan
membina para mahasiswa pada umumnya untuk di bentuk menjadi individu yang
akademis dan berkarakter paripurna, sebagai pemimpin persyarikatan, umat dan
bangsa di masa depan. IMM yang memiliki tujuan agung dalam AD IMM Bab III Pasal
7 yaitu “Mengusahakan terbentuknya
akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”,
menjadi penegasan bahwa IMM harus senantiasa menjadi barisan intelektual
Muhammadiyah di tataran kampus khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
Sebagai bagian dari gerakan kader dalam Muhammadiyah orientasi kekaderan IMM
diarahkan pada terbentuknya kader yang siap berkembang sesuai dengan
spesifikasi profesi yang ditekuninya, kritis, trampil, dinamis, utuh. Kualitas
kader yang demikian ditransformasikan dalam tiga lahan aktualisasi yakni:
persyarikatan, umat dan bangsa. Dalam tahapan yang lebih praktis, akumulasi
proses perkaderan diarahkan dalam rangka transformasi dan regenerasi
kepemimpinan IMM disetiap level kepemimpinan, kuncinya ada pada “kepemimpinan”. Saya yakin dan percaya,
kuncinya adalah kepemimpinan, saya dulu di tentara belajar sebuah adagium yang
berlaku bagi setiap tentara sepanjang sejarah: “There are no bad soldiers, only bad commanders”.[16] Tak
bisa disangkal lagi, bahwa setiap perkembangan dan perubahan dalam setiap
jengkal zaman sangat dipengaruhi oleh pemimpin-kepemimpinan, di seantero jagat
raya ini sebutan untuk pemimpin sangat beragam, dari mulai ketua, presiden,
perdana menteri, kholifah, raja, direktur dan lain sebagainya. Namun jangan
sampai kita mempersempit makna bahwa pemimpin hanyalah mereka yang menjadi
“ketua” saja. Karena sesungguhnya tiap-tiap kamu adalah pemimpin, yang akan
dimintai pertanggungjawaban di dunia dan akhirat.[17]
Pada akhirnya, milad IMM 54 tahun ini
mari kita jadikan sebagai lahan untuk mengevaluasi dan merefleksikan kembali
nilai-nilai yang mulai luruh ditengah globalisasi, serta ikatan kita yang mulai
mengalami stagnasi dalam hal pemikiran dan gerakan. Itulah kiranya, realitas
yang hari ini terjadi menurut beberapa tokoh baik yang saat ini masih dalam
struktural maupun yang telah demisioner. Saya menyadari tulisan ini masih
sangat kekurangan dalam data dan masih belum tajam dalam analisis. Namun,
paling tidak inilah upaya saya untuk terus memperbaiki ikatan tercinta kita
ini, dengan selalu membaca serta menjawab persoalan yang IMM alami hari ini.
Ketika kita semua mengerti persoalan, maka disitulah penyelesaian akan hadir. Saya
berharap akan terus ada tulisan-tulisan yang muncul dari kalangan IMM di
seluruh Indonesia, khususnya IMM di Banyumas Raya. Selamat milad!
Billahi
fii sabilil haq fastabiqul khairat.
Nashrun
min Allah, wa fathun qarib.
Banyumas,
11 Maret 2018.
[1]Tulisan ini disampaikan
pada acara malam puncak milad akbar IMM ke-54 IMM, bertempat di hall Fakultas
Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Pada hari senin 12 maret
2018, jam 19.45 WIB.
[2]Mahasiswa Jurusan
Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah IAIN Purwokerto Angkatan 2014/Ketua
Umum PC IMM Banyumas Periode 2017/2018.
[3]Lebih lengkap baca
tanfidz XVI IMM muktamar setengah abad. Bisa diakses melalui google play store.
[4]Penjelasan ini termasuk
dalam konteks hubungan IMM dengan Persyarikatan Muhammadiyah.
[5]Penjelasan ini termasuk
dalam konteks hubungan IMM dengan Umat Islam.
[6]Penjelasan ini termasuk
dalam konteks hubungan IMM dengan Bangsa Indonesia.
[7]Lebih lengkap baca
Tanfidz XVI IMM Setengah Abad.
[8]Ketua FOKAL IMM
Banyumas/Wakil Rektor 1 UMP/Mantan Ketua Umum DPD IMM DIY.
[9]Ketua Bidang Kader DPP
IMM/Mantan Ketua Umum DPD IMM Jawa Timur.
[10]Ketua Umum DPP
IMM/Mantan Sekretaris Jendral DPP IMM.
[11]Ketua PDM Banyumas/Dekan
FAI UMP/Pendiri IMM IAIN Purwokerto.
[12]Bendahara Umum DPP
IMM/Mantan Ketua Umum DPD IMM Jawa Tengah.
[13]Ketua Umum Pimpinan
Pusat Muhammadiyah Periode 2015/2020.
[14]Nashir, Haedar, Memahami Ideologi Muhammadiyah,
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,2014), hlm. 21.
[15]MPK PP Muhammadiyah, Sistem Perkaderan Muhammadiyah,
(Yogyakarta: MPK PP Muhammadiyah, terbitan kedua, 2016), hlm. 16-17.
[16]Subianto, Prabowo, Surat Untuk Sahabat, (Jakarta: Media
Kita, Cetakan Pertama 2013), hlm. 7.
[17]https://dhimaz1922terate.blogspot.co.id/2017/12/resolusi-imm-2018-meneguhkan_31.html?m=1. Diakses pada tanggal
11 maret 2018, jam 19.09 WIB.
Comments
Post a Comment