Skip to main content

Strategi Coping Orang Jawa

Media sosial yang sudah dimiliki oleh setiap orang, memungkinkan pertukaran informasi. Informasi yang sampai pada setiap penglihatan, akan diberi sebuah makna oleh setiap pemiliknya. Makna tersebut beraneka macam, tergantung situasi dan kondisi jiwa. Kecenderungannya, kalau orang sedang senang, maka yang muncul adalah makna positif. Sedangkan kecenderungan pada orang yang sedang sedih, maka yang muncul adalah makna negatif. Itu kecenderungannya, kalau kepastiannya tentu relatif tentatif.

Apa yang menjadi alasan orang untuk saling mencaci di medsos? Barangkali jawaban yang paling pasti, ada pada hati masing-masing orang yang menjalani. Namun, sedikit memberikan prediksi, bahwa mereka yang mencaci adalah mereka yang tidak puas dengan keadaan, dalam arti universal. Detailnya, bisa jadi tidak puas oleh karena dirinya ingin populis tapi tidak kunjung populis, atau mungkin objek pelarian saja. Yang jelas, tidak lepas dari unsur material dan eksistensial.

Dalam realitas fenomena diatas, tentu sangat mungkin, kalau kita akan mengalami yang namanya keadaan disorientasi. Keadaan yang sama sekali tidak dikehendaki. Misalnya, orang ingin fokus mengurus tugasnya di kampus, namun alih-alih karena media sosial, semua bisa menjadi kacau perhatiannya, ambyar titik fokusnya.

Lagi-lagi, orang Jawa punya filsafat 3 NG, ialah NGalah-NGalih-NGamuk. Dalam daratan keilmuan psikologi, hal tersebut bisa dinamakan dengan strategi coping. Mari kita bongkar pokok pikiran 3 NG ini.

Pertama, NGalah. Ngalah mengandung arti mengalah. Ketika semua orang meninginkan menang, justru orang Jawa memilih untuk mengalah. Seolah-olah tidak logis, namun itulah coping mecanism, untuk menjaga kesatuan dan persatuan. Sebab, bagi orang Jawa, kolektifitas adalah segalanya, dibanding apapun. Kita pasti mengenal prinsip dasar "mangan ora mangan asal kumpul".

Kedua, NGalih. Ngalih berarti menyingkir, atau lebih tepatnya mengambil jarak dari sumber konflik. Ini bukan berarti orang Jawa itu penakut. Akan tetapi hal tersebut merupakan caranya untuk tetap merawat kesatuan dan persatuan. Orang Jawa tidak ingin masalah bertambah kacau dan kondisi semakin memburuk. Sebab, dalam teori sosial, ada manusia ataupun masyarakat, yang ketika diberi tahu pemyakitnya, malah justru bisa bertambah penyakitnya.

Ketiga, NGamuk. Ngamuk memberi pengertian bertindak. Bertindak disini lebih menunjuk pada hal yang radikal. Radikal dalam fisik, bisa jadi dalam non fisik. Orang Jawa akan melakukan ini, ketika 2 fase sebelumnya terlalui (Baca: NGalah dan Ngalih). Orang Jawa akan ber-Tandang, dan orang Jawa akan ber-Tandhing. Bahkan ada yang lebih mengerikan lagi, yaitu slogan "membunuh tanpa harus menyentuh".

Segala macam fenomena yang ada, baik yang terjadi akibat media sosial, atau yang lainnya, khususnya yang membuat kesemrawutan rasa dan rasio, perlu dibuatkan strategi coping-nya sendiri. Sesuai dengan konteks yang tengah dihadapi. Sebab, kalau dibiarkan nantinya akan menumpuk, dan sewaktu-waktu bisa meledak tanpa pernah mudah untuk di prediksi. Misalnya story wa, yang mengandung unsur hedonis, romantis, politis, ekonomis, sampai yang lamis-lamis, tiap hari seolah-olah terpaksa kita hadapi.


Resolusi pandang perlu di elaborasi dengan sudut pandang dan jarak pandang. Agar supaya, penampakan kesimpulan yang muncul adalah kebijaksanaan. Dan, perlu diperhatikan, bahwa manusia Jawa punya nalar kolaboratif yang tinggi "mangan ora mangan sing penting kumpul". Sedangkan manusia kekinian, punya nalar "kumpul ora kumpul sing penting mangan". Itu nalar kapitalisme, yang jelas dan kongkret berbahaya. 

Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 27 September 2019.









Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-