Zaman digital yang kita rasakan hari-hari ini
sungguh merasuk sampai ke tulang dan persendian batin. Terlebih pada anak-anak
muda yang benar-benar kranjingan dengan media sosial. Kalau dulu, perlintasan
percakapan beredar pesat melalui SMS, pernah BBM, hingga hari ini perlintasan
itu melalui WA. Sebenarnya kalau kita melihatnya dari berbagai sisi, maka akan
ditemukan berbagai hal, secara umum tentu berimbas pada sesuatu yang negatif
dan positif.
Laju pesatnya informasi melalui media sosial
sangat berarti dan berguna bagi dakwah keagamaan, pertumbuhan perekonomian,
sampai sosialisasi kebijakan publik, dan lain sebagainya. Itu beberapa
implikasi positifnya.
Kalau pertumbuhan kriminalitas, baik itu yang
bersifat publik maupun privat, juga seolah-olah mengimbangi impact positifnya.
Anak-anak muda yang terpapar video porno, bukan tidak sedikit lagi. Salah satu
pengakuan datang dari Bobi (nama samaran), anak muda yang masih menimba ilmu di
perguruan tinggi. Dia mengatakan, dalam sehari bisa menonton video puluhan.
Dan imbasnya, dia terjebak pada sex bebas. Sex
bebas dia lakukan di kamar kos, bersama pacarnya, yang kebetulan bergonta-ganti
itu. Rasa bersalah sudah pasti melingkupi perasaannya setiap hari, bahkan
setiap waktu. Kesadaran untuk menghentikan tindakkan buruknya ini, selalu
muncul saat sudah selesai melakukan praktek kejinya itu. Namun ketagihan, dan
ketagihan, menjadi musuh nyata dalam benak dan hatinya.
Pengakuan juga datang dari Dika (nama samaran),
dia mengaku hampir setiap hari mengkonsumsi minuman keras bersama
teman-temannya. Sex bebas dan minuman keras, sudah menjadi hal yang seolah
biasa ditengah masyarakat kita. Sex bebas dan minuman keras, merupakan dua hal
yang selalu melekat, terutama di masyarakat perkotaan, terkhusus lagi di
tempat-tempat hiburan malam. Anda bisa menemukan tempat hiburan malam yang
mneyediakan dua hal itu, di setiap kita tersedia, dan harganya pun bisa
dibilang cukup terjangkau.
Zaman digital, sex bebas, dan minuman keras.
Seperti kata pepatah, “pucuk di cinta, ulam pun tiba”. Pola yang ada dalam
peristiwa tersebut sebenarnya cenderung sama. Misalnya jika itu terjadi pada
orang dewasa. Mereka yang merasakan tekanan kehidupan, cenderung akan mencari
pelarian. Pelarian yang mereka pilih tidak sedikit yang menuju sex bebas dan minuman
keras. Orang dewasa disini juga bervariasi dari klasifikasi profesi.
Dari mulai pejabat negara, sampai yang hanya
berprofesi sebagai petani, maupun buruh. Sekali lagi, polanya adalah tekanan
kehidupan dan pelarian. Tekanan kehidupan juga benar-benar multidimensi dan
multikompleks, intrinsik maupun ekstrinsik. Upaya bersama, dalam rangka
mencegah minuman keras dan sex bebas mutlak dilakukan. Pihak yang berwajib atau
kepolisian, dalam hal ini tidak boleh dibiarkan bekerja sendirian.
Pendekatan-pendekatan yang bersifat preventif,
sangat signifikan dikerjakan oleh seluruh elemen masyarakat. Baik itu pemuka
agama, sampai titik paling bawah dalam stratifikasi masyarakat menurut
pandangan umumnya. Pendekatan yang bersifat pencegahan signifikansinya dapat
dimulai dari keluarga. Keluarga merupakan struktur sosial terkecil, namun
keluarga menjadi pilar berbangsa dan bernegara, dalam segala aspek, seperti
politik, ekonomi, sampai tentang pencegahan minuman keras dan sex bebas.
Sudah saatnya kita ikut terlibat aktif dalam
penanggulangan sex bebas dan minuman keras, yang dari hari ke hari,
peningkatannya jelas terasa, terlebih zaman digital yang suka tidak suka, akan
memudahkan dalam hal perlintasan percakapan publik. Kasus yang terjadi pada
anak perempuan yang dicabuli oleh bapaknya sendiri tidak boleh lagi terjadi.
Kasus yang terjadi pada Bobi yang menonton video porno puluhan dalam setiap
hari harus dihentikan. Kasus yang melibatkan pejabat negara bermain sex bebas
di tempat hiburan malam harus di akhiri. Dan sebagainya, masih banyak
contoh-contoh yang sangat mudah kita temui.
Kita tidak perlu lagi menantikan momentum untuk
melakukan perbaikan, melainkan kita lah yang menciptakan momentum perbaikan
itu. Mari kita mulai dari hal yang kecil, dari diri sendiri, dan mulai saat
ini.
Wallohu a’lam.
Banyumas, 8 Agustus 2019.
Comments
Post a Comment