Ditengah kontestasi rasa dan rasio, yang sudah barang tentu tak luput dari kondisi tarik-menarik kepentingan kondisi kejiwaan (baik/buruk), saya menemukan diksi "Berbagi Perhatian", khususnya pada rentang riuh-rendah gemerlap semesta.
Setidaknya hal tersebut ter-refleksi dari tiga momentum unik nan menggelitik hati dan akal pikiran saya, untuk sesegera mungkin menarasikannya.
Tidak bermaksud mengajukan sebuah curhatan pada media blog ini, hanya saja "kehendak" yang diprakarsai oleh batin saya, bermaksud untuk membagikan sebuah perspektif terhadap dunia, dalam arti terhadap kerabat pembaca sekalian, bahwa "kekasih Tuhan" yang berkeliaran dimuka Bumi ini, sungguh-sungguh menarik sekaligus mendorong saya pada sebuah kondisi nilai utama Tuhan, yaitu Rahman dan Rahim.
Term "berbagi perhatian" ini, hendak saya ramu, serta saya paksa untuk di-development.
Jadi begini. Bicara tentang berbagi perhatian ini, perbedaan akurasi dan presisinya sangatlah tipis dibanding dengan "manajemen perhatian", yang pernah saya singgung sebelumnya. Kalau manajemen perhatian itu, titik tekannya terdapat pada mekanisme dari dalam ke-luar. Namun berbeda dengan berbagi perhatian, ia merupakan sebuah nilai kesiapsediaan membangun, sekaligus mengembangbiakkan penerimaan dan pemberian, bisa dari dalam ke-luar, atau dari luar ke-dalam. Siklusnya dialektis-romantic.
Berbagi perhatian itu, tak ubahnya seperti kita sedang menari diatas kebahagiaan orang lain, bukan menari diatas penderitaan orang lain. Ini perlu dicamkan, bahwa menari itu maknanya bersuka cita, riang gembira, gegap gempita. Sangat tidak manusiawi, dan akan sangat durjana, jika seandainya praktek-praktek "menari diatas penderitaan orang lain" ini terus kita abadikan dalam aktifisme kita, bisa itu sengaja maupun tak disengaja, maka perlu ke hati-hatian. Khususnya dalam hal perhatian.
Maksud saya begini, "perhatian" itu sangatlah dinamis. Sebab ia merupakan sebuah aktifitas covert maupun overt. Perhatian bisa ber-aneka jenisnya. Dari mulai sekedar senyum-sapa-salam, sampai mendengar, melihat, memikirkan, dan merasakan, ujungnya bisa tindakkan. Objek dan subjek perhatian dalam hal tersebut, berubah-ubah, dalam artian liner dan siklikal, sesuai ruang, waktu, dan konteksnya.
Mengapa perhatian itu wajib dibagi?
Jawabnya sangatlah simpel, yaitu karena manusia dan segala relasinya, memposisikan perhatian secara alamiah, pada tingkat yang paling prioritas. Misalnya perhatian terhadap hal-hal yang paling mudah kita jumpai akhir-akhir ini, yaitu story WA. Entah apa dan bagaimana kita mempersepsikan story WA, pada siapapun dan kapanpun. Dalam bentuk gambar, video, atau tulisan. Entah ber-caption atau no-caption. Yang jelas, itu merupakan salah satu wujud agenda "berbagi perhatian", setuju tidak setuju, begitulah realitanya.
Dalam aktifisme berbagi perhatian, terdapat ekspresi. Ekspresi berbagi perhatian ini, juga beragam bentuk dan berjenis-jenis dimensi dan celcius suhu rasanya. Bisa dalam derajat 0 sampai 100. Bisa dalam dimensi kesenangan, pun sangat mungkin dalam konteks kesedihan. Dalam hal bentuknya (baca: berbagi perhatian), bisa sekadar dengan senyuman, emot tertawa nyata, atau komentar singkat, sampai panjang.
Semua itu penting bagi orang lain, dan itu semua urgen bagi kita sendiri. Selalu ada makna dalam setiap interkasi, dan akan selalu ada selipan-selipan rasa dalam setiap frasa.
Kita saat ini, memang sudah benar-benar sampai, pada sebuah kondisi, dimana alam pikiran dan perasaan, mewujud nyata walau dalam arena maya. Kondisi ini memungkinkan untuk menghadirkan kegembiraan, namun juga perlu diwaspadai, bisa-bisa malah membawa kita pada nuansa-nuansa destruktif. Tidak perlu saya contohkan secara eksplisit, hanya saja beberapa story WA yang saya jumpai, benar-benar menguji tingkat ghodul bashor. Beruntungnya, saya dan barangkali kita, punya kuda-kuda batin yang lumayan terlatih.
Dalam situasi semacam ini, saya jadi ingat apa yang pernah teman saya sampaikan, bahwa "semua cobaan memberi kesempatan manusia untuk bisa re-check keteguhan diri, sekaligus juga bisa menjadi anak tangga yang berharga untuk proses pendewasaan."
Menepuk pundak, menyodorkan kelakar, mencipratkan senyuman, memeluk hati yang gundah, membalut luka dalam bantuan nyata, merupakan tindakan-tindakan "berbagi perhatian" itu. Berbagi perhatian tidaklah berlebihan, apabila saya menganalogikannya seperti shodaqoh. Yang apabila kita menanam 1, maka akan tumbuh 7 tangkai, dan pada setiap tangkainya ada 100 buah. Entahlah, yang jelas berbagi perhatian itu indah.
Dan, saya meyakini betul, energi untuk menuju pada situasi for us to get back together, masih terbuka lebar, ditengah percekcokkan batin dan lahir kita. Seminimal-minimalnya, selama nafas masih dikandung badan.
Perhatian tidak akan pernah habis, kalau untuk dibagi, malah justru akan membludak tak terbendung rahman dan rahim-Nya, kepada siapa lagi, kalau bukan kepada kita. Syukur-syukur kalau kita sama-sama bisa wal tandhur nafsun maa qoddamat lighod.
Wallohu a'lam.
Purbalingga, 15 September 2019.
Comments
Post a Comment