Skip to main content

Pak Kadus Bertutur, Light Will Guide You Home.

Pak “kadus” yang punya wajah lumayan ganteng, menjadi daya tarik tersendiri. Kalau secara kecerdasan sih rata-rata, cuman itu lhoo, liak-liuk retorika dan warna-warni gelombang suaranya, mampu membius khalayak. Lebih-lebih kalau sudah sampai 5 sampai 30 menit ngobrol, bukan hanya berpotensi kepincut, tapi bisa-bisa klepek-klepek.

Pada salah satu momen, pak kadus yang cukup nyentrik itu mendatangi beberapa gadis yang sedang rehat di sela-sela kegiatan. “pak...pak..sini dulu mampir”, sapa salah satu gadis itu. Pak kadus yang cool, kemudian mendatangi mereka. Basa-basi diantara mereka, memberi pengantar obrolan yang ringan sampai agak berat. Salah satu dari gadis disana menanyakan, “pak kadus, bagaimana pendapat panjenengan soal pendidikan hari ini”? sambil melontarkan senyum memikatnya, pak kadus merespon, “oh soal itu,,ya ini, kita sampai sejauh ini, bersama tim belu selesai menyusun kurikulum”.

Waktu yang cukup hangat mewarnai obrolan mereka. Tak lama kemudian, Maslanah datang menghampiri, sembari menyerobot perhatian pak kadus yang diam-diam menyuakainya sejak 2 tahunan yang lalu. Maslanah ini memang primadona komplek. Bukan hanya cantik secara fisik, namun ia juga jelita secara intelektual. Hampir seluruh warga komplek menaruh hati pada Maslanah ini, tak terkecuali aparat keamanan komplek.

Minuman yang baru saja dipesan oleh rekan pak kadus tak lama kemudian datang, yang memang sengaja dipesan melalui aplikasi ojol. Mereka pun sama-sama menikmatinya. Kemudian obrolan dilanjutkan kembali.

“pak kadus, jadi pada intinya seorang guru itu harusnya bagaimana?”, tanya salah satu dari gadis itu, namanya lupa, sebut saja kaktus. “orang jawa mengatakan guru itu glugu sing turu, maksudnya guru itu fasilitator, bukan diktator peserta didik”. Respon pak kadus dengan muka sedikit serius. “oh..berarti kaya kurikulum di komplek sebelah dong”? kata gadis itu. “ya hampir mirip sih, cuman yang komplek kita harapkan adalah warna baru pendidikan, yang mana, pendidikan itu tidak boleh terlepas dari kebudayaan asli”, timpal pak kadus, sambil jegang-jegang.

“Maslanah, kalau menurutmu, gimana”? tanya pak kadus sambil menengok wajahnya. “wah iya tuh, kalau aku setuju pak, dengan menjadi diri sendiri, aku merasa nyaman, dan ketika aku nyaman, maka belajar itu menjadi maksimal pak, gitu si kalau aku”, respon Maslanah yang disertai senyum unyu-nya.

“Tapi pertanyaannya, “diri sendiri” ini yang bagaimana? Yang kaya apa sih? Wong kita ini kan punya warisan biologis, psikologis, sosiologis, seminimal-minimalnya dari orang tua?”, pak kadus melempar pertanyaan kepada mereka. “ya kalau mau tahu jawaban tentang diri sendiri yang sejati, ya nanti kalau kita sudah ketemu sama yang menciptakan kita ini, kalau masih hidup di dunia ya, paling bisa hanya nyicil prediksi-prediksi”, lanjut pak kadus sambil agak nyengir-nyengir kuda.

Pak kadus menambahkan, “ketika kalian sudah berusaha yang terbaik, tapi gagal. Dan, ketika kalian mendapatkan yang kalian inginkan, namun bukan yang kau butuhkan, serta apabila mungkin kau merasa lelah tak dapat tidur oleh sebab terbayang masa lalu, lalu air mata menetes diwajah karena kehilangan sesuatu yang tak dapat tergantikan, dan mungkin saat kalian mencintai seseorang tapi di sia-siakan, atau lebih buruk dari itu, maka yakinlah light will guide you home.” 

Oleh sebab waktu, pada akhirnya obrolan mereka pun terpaksa diakhiri. Mereka kemudian kembali pada aktifitas kesunyiannya masing-masing, dan menyemai “nasib” yang barangkali masih menjadi momok setiap saat menghujat. Kapan-kapan mereka akan merindukan obrolan-obrolan yang bukan hanya ber-bobot, namun ber-bibit juga ber-bebet.

Wallohu a’lam.
Boyolali, 21 September 2019.

Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-