Dilukai bukanlah pilihan, apalagi melukai.
Itulah dua kata kerja yang paling aku kira, paling dihindari oleh semua orang.
Akan tetapi hal tersebut sungguh tidak mudah untuk dihindari. Melukai atau
dilukai, bisa terjadi karena perbedaan pengalaman, atau melalui perbincangan
yang belum tuntas. Seolah-olah, perlu ada salah satu pihak yang mengklaim bahwa
dirinya yang terlukai, padahal belum tentu. Iya belum tentu. Setiap orang yang
memiliki hati, tetap akan memiliki potensi terluka secara batin, dari belia
sampai tua.
Keterlukaan
batiniah kita, kalau saya terawang sepintas sebenarnya terjadi sebab ada jarak
yang memisah, yaitu antara harapan dan kenyataan, das solen das sein. Bahasa
kilatnya “masalah”. Masalah yang muncul bersifat mega-kompleks, entah itu
berangkat dari sudut asmara, keluarga, ataupun pergumulan yang lebih rumit
lainnya. Tetapi semua itu, mau tidak mau akan terlewati, suka tidak suka akan
terlalui. Sedih, senang, menangis, dan tertawa, semua terbalut dalam lingkaran
jiwa-raga, mind and body.
Tentulah,
semua berjodoh. Misalnya siang dan malam, persis seperti laki-laki dan
perempuan, yang mau tidak mau, saya dan kita harus menerima perbedaan yang ada,
walaupun lebih sering kita terpaksa menerimanya. Namun tenanglah sejenak, hidup
ini dinamis, bahkan sangat dinamis, acapkali malah bisa jungkirbalik antara
cinta dan benci. Sungguh, membosankan adalah teman terbaik dari kegembiraan.
199
words cuitan ini merangkak sampai kepermukaan akal, yang tentu atas dorongan
percekcokan dalam hati. Tidak terlalu memperdulikan like dislike, tetapi itu
urgen kadang-kadang, minimal untuk menimbang persimpangan jalan mana yang akan
kita tapaki kedepan. Walaupun kita semua sudah paham betul, bahwa hidup ini
berasal dari-Nya dan akan kembali pada-Nya, akan tetapi energi dan akurasi
setiap detik waktu yang terlewati, tetap membutuhkan asupan-asupan material dan
imaterial bumi yang kita singgahi.
Perjuangan
hidup yang dramatis ini, bahkan yang kerap juga kita mendramatisirnya, akan
naik-turun seiring air putih yang kita tenggak setiap harinya. Ketika kegelapan
didahului dengan senja, dan ketika keterangan dimulai dari sunrise ufuk timur,
itulah bercak-bercak kepiawaian sang pencipta dalam memberi eksplanasi, bahwa
hidup ini harus terus dijalani, minimalnya diterima dan maksimalnya disyukuri.
Melukai dan dilukai, bukanlah pilihan, itu hanyalah skenario yang terus
memuncak dan merayap.
Wallohu a'alam.
Sukoharjo, 2 Juli 2019.
Comments
Post a Comment