Perempuan itu
terlihat berbeda, nampak dari pandangan matanya. Walaupun waktu itu belum
mengetahui nama, apalagi alamat rumahnya. Orang bijak pernah mengatakan, bahwa
“mata merupakan jendela pengetahuan yang menggambarkan seseorang”. Dan,
ternyata kata-kata bijak tadi itu benar.
Pandangan matanya
lembut, persis saat pertama kali mendengar suaranya. Apalagi aktifitasnya yang
anggun, lemah gemulai, sungguh menyejukkan hati.
Sebelum sampai
mengetahui namanya, sengaja aku meminta tolong kepada temanku untuk menanyakannya.
“kalau boleh tau, nama lengkapmu siapa?”, kira-kira begitu kalimat tanya yang
diucapkan temanku kepadanya.
Saat setelah aku
mendapatkan informasi tentang namanya, aku langsung menuju kolom pencarian di
akun media sosial pribadi milikku. Tujuannya cukup sederhana, ialah untuk
mengenalnya lebih jauh.
Di selatan lereng
gunung Slamet, angin yang terhembus membawa suhu dingin, seolah-olah melengkapi
rasa penasaranku terhadap perempuan itu. Setelah mempertimbangkan
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, pada akhirnya aku memberanikan diri untuk
mengajaknya ngobrol lewat telpon.
“wa’alaikumussalam
mas”, begitu lembut suaranya menjawab salam dariku. Obrolan kita membicarakan
hal-hal yang pada umumnya dilakukan oleh mereka yang baru saja berkenalan. Dari
mulai alamat rumah sampai aktivitas keseharian. Embun yang cukup dingin,
melingkari beberapa tumbuhan, menemani aku mengakhiri obrolan kita pada malam
menjelang pagi itu.
Walaupun belum
mengetahui, apakah dia menaruh rasa padaku juga, ataukah belum, atau mungkin tidak.
Jujur saja, aku tetap akan menaruh rasa padanya. Tentu berharap, agar dia mau
bersamaku, bersama-sama menjalin hubungan yang lebih baik dan romantic,
kedepannya. Mulai dari mengucap janji setia, sampai mendidik anak-anak bersama.
Udara dingin kota
satria, memberi kabar tentang berjalannya waktu yang kita lalui. Kalau tidak
keliru lebih kurang 3 tahun sudah mengenalnya. Cerita indah melengkapi rentetan
perjalanan waktu, aku yakin dia pun menikmati keindahan rentetan perjalanan
waktu ini. Walau kadang-kadang, terpaksa mengirup rindu yang sesakkan dada.
Mengingat bahwa antara diriku dan dirinya belum menjadi kita, jadi tidak
mungkin untuk semena-mena.
Senin malam 5
Agustus 2019, aku menemuinya yang ketiga kali, ditempat yang ternyata sama-sama
pernah kita singgahi, didekat kampusnya. Saat menjelang pergantian hari dan
tanggal, ditemani jeruk hangat, jahe susu, dan mendoan, serta kenang-kenangan
yang sengaja dia berikan yang terbungkus rapi dalam tas cantik berwarna coklat,
aku berdo’a dihadapan senyumannya, “semoga kita sama-sama mendapatkan kekasih
terbaik menurut-Nya”.
Dalam hati, tentu
aku akan bersyukur, apabila kekasih terbaik untuknya adalah diriku. Sungguh aku
merasakan pelukan kasih sayang Tuhan, melalui kelembutan perempuan itu.
Sumampir
Purwokerto, 6 Agustus 2019.
Comments
Post a Comment