Skip to main content

Perempuan Purwokerto


Perempuan itu terlihat berbeda, nampak dari pandangan matanya. Walaupun waktu itu belum mengetahui nama, apalagi alamat rumahnya. Orang bijak pernah mengatakan, bahwa “mata merupakan jendela pengetahuan yang menggambarkan seseorang”. Dan, ternyata kata-kata bijak tadi itu benar.

Pandangan matanya lembut, persis saat pertama kali mendengar suaranya. Apalagi aktifitasnya yang anggun, lemah gemulai, sungguh menyejukkan hati.

Sebelum sampai mengetahui namanya, sengaja aku meminta tolong kepada temanku untuk menanyakannya. “kalau boleh tau, nama lengkapmu siapa?”, kira-kira begitu kalimat tanya yang diucapkan temanku kepadanya.

Saat setelah aku mendapatkan informasi tentang namanya, aku langsung menuju kolom pencarian di akun media sosial pribadi milikku. Tujuannya cukup sederhana, ialah untuk mengenalnya lebih jauh.

Di selatan lereng gunung Slamet, angin yang terhembus membawa suhu dingin, seolah-olah melengkapi rasa penasaranku terhadap perempuan itu. Setelah mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, pada akhirnya aku memberanikan diri untuk mengajaknya ngobrol lewat telpon.

“wa’alaikumussalam mas”, begitu lembut suaranya menjawab salam dariku. Obrolan kita membicarakan hal-hal yang pada umumnya dilakukan oleh mereka yang baru saja berkenalan. Dari mulai alamat rumah sampai aktivitas keseharian. Embun yang cukup dingin, melingkari beberapa tumbuhan, menemani aku mengakhiri obrolan kita pada malam menjelang pagi itu.

Walaupun belum mengetahui, apakah dia menaruh rasa padaku juga, ataukah belum, atau mungkin tidak. Jujur saja, aku tetap akan menaruh rasa padanya. Tentu berharap, agar dia mau bersamaku, bersama-sama menjalin hubungan yang lebih baik dan romantic, kedepannya. Mulai dari mengucap janji setia, sampai mendidik anak-anak bersama.

Udara dingin kota satria, memberi kabar tentang berjalannya waktu yang kita lalui. Kalau tidak keliru lebih kurang 3 tahun sudah mengenalnya. Cerita indah melengkapi rentetan perjalanan waktu, aku yakin dia pun menikmati keindahan rentetan perjalanan waktu ini. Walau kadang-kadang, terpaksa mengirup rindu yang sesakkan dada. Mengingat bahwa antara diriku dan dirinya belum menjadi kita, jadi tidak mungkin untuk semena-mena.

Sampai saat ini, aku belum sepenuhnya mengetahui, apakah dia mencintaiku pula atau tidak. Walaupun kerap kali, rasa dan rasioku mengatakan iya. Mungkin tersebab dia yang sangat baik, dari berucap sampai bertindak, dari menatap sampai tersenyum hangat.

Senin malam 5 Agustus 2019, aku menemuinya yang ketiga kali, ditempat yang ternyata sama-sama pernah kita singgahi, didekat kampusnya. Saat menjelang pergantian hari dan tanggal, ditemani jeruk hangat, jahe susu, dan mendoan, serta kenang-kenangan yang sengaja dia berikan yang terbungkus rapi dalam tas cantik berwarna coklat, aku berdo’a dihadapan senyumannya, “semoga kita sama-sama mendapatkan kekasih terbaik menurut-Nya”.

Dalam hati, tentu aku akan bersyukur, apabila kekasih terbaik untuknya adalah diriku. Sungguh aku merasakan pelukan kasih sayang Tuhan, melalui kelembutan perempuan itu.

Sumampir Purwokerto, 6 Agustus 2019.

Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-