The God Father of Broken Heart, itulah julukan “gila”
yang disematkan kepada penyanyi asal Solo, Didi Kempot. Memulai karir
profesional dalam bidang tarik suara sejak 1989 dan masih eksis sampai 2019,
bukanlah perkara yang mudah. Dinamika pasang-surut, serta gelombang persaingan
tentunya dramatis, apabila disimak perdetiknya dari waktu ke waktu.
Penikmat
dan peminat lagu-lagunya selalu menempati hati dan kesadaran masyarakat antar
generasi. Sejauh saya ingat, pertama kali mendengar lagu Om Didi yaitu saat masih
duduk dibangku sekolah dasar. Ialah saat tetangga saya nyetel lagunya melalui
VCD, pada saat itu lagu yang di setel mengandung lirik, “tanggal limolas padang
jinggrang wulane bunder..ser..ser..”.
Lagu-lagu om Didi seolah-olah menjadi lagu wajib, dikala
biduan desa menyanyikannya di forum kondangan. Dari mulai lagu, jambu alas,
stasiun balapan, banyu langit, suket teki, pamer bojo, sampai cidro. Saat
diwawancarai dalam acara Rosi Kompas TV, om Didi mengaku sudah menciptakan lagu
sekitar 600 lebih. Sebuah jumlah lagu yang fantastis, dan luar biasanya adalah
hampir semua lagu yang beliau ciptakan pasti menjadi trending topic.
Lirik lagu dalam setiap lagu yang diciptakan oleh om Didi
memiliki pola yang unik. Pertama, mengandung khasanah ke-patah hati-an. Kedua,
acapkali menggunakan nama-nama tempat. Dan jebret, selalu dan kerapkali sesuai
dengan apa yang di-alami oleh masyarakat luas. Itulah kehebatannya, beliau
mampu mendeskripsikan perasaan khalayak, serta jagoan dalam meramu lirik-lirik
lagunya dalam suasana ke-batin-an yang menyesakkan dada.
Belum lama ini, jagat Twitter menempatkan hastag Didi
Kempot dibarisan teratas. Ini membuktikan bahwa Didi Kempot, menunjukkan taring
permusikannya semakin moncer. Apalagi generasi milenial-lah yang menduduki
posisi teratas dalam pergulatan percintaannya terhadap lagu. Generasi milenial
yang acapkali mengalami kegagalan percintaan, gejala patah hati, serta
kerusuhan psikologis, sangat terwakili oleh lagu-lagu yang diciptakan oleh Didi
Kempot.
Ketajaman analisa psikologi publik, jelas dimiliki oleh
pelantun lagu sewu kutho ini. Masyarakat Indonesia jelas harus berterimakasih
kepadanya. Sebab, patah hati yang kerap diekspresikan dengan kekerasan, mampu
diputar balikkan oleh Didi Kempot menjadi kegembiaraan batin, seminimal-minimalnya
dengan upaya katarsis melalui joget dan bernyanyi.
Patah hati yang menakutkan, dikonversikan oleh om Didi
menjadi perayaan. Tentu perkara patah hati ini, tidak kemudian serta merta
sembuh dengan joget dan bernyanyi, minimal hal tersebut sanggup menjadi prolog
untuk kemudian menuntaskan penyembuhannya.
Itulah gambaran implisit realitas kita, dimana “bersama
kesuliatan ada kemudahan”. Bersama hati yang terluka, terdapat balutan
estetika.
Wallohu a’lam.
Banyumas, 16 Agustus 2019.
Hi kak,
ReplyDeletePerkenalkan saya merlyn dari situs HL8 ingin menawarkan kerjasama dalam bentuk program affiliasi dimana anda bisa mendapatkan keuntungan komisi 40% flat dari kami setiap bulannya, Apabila anda tertarik silahkan hubungi kami di affiliate[a]hl8asia .com atau fb saya.
Terima kasih atas perhatiannya
merlyn