Sejarah
telah membuktikan betapa besar peranan Muhammadiyah dalam proses pembaharuan
dan perkembangan bangsa Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat Islam,
sejak 1912. Di antara faktor penentu bahwa Muhammadiyah dapat berperan seperti
itu ialah karena keteguhannya menjaga identitas organisasi, keluwesannya dalam
bertindak, ketekunan dan kegigihannya dalam berjuang sehingga menghasilkan
kerja yang nyata dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan negara, baik di
bidang pembaharuan pemikiran Islam maupun bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial
kemasyarakatan.
Kalau di tinjau dari sejarah perkembangan Muhammadiyah,
terutama pada tahun-tahun awal berdirinya, maka akan di peroleh kesan bahwa
peranan Muhammadiyah dalam gerakan tajdid telah berhasil menggerakkan
pembangunan dan pembaharuan masyarakat. Hal itu di sebabkan oleh orang-orang
didalamnya yang menyadari peranan diri mereka sebagai penggerak misi
Muhammadiyah.
Di samping itu mereka melakukan gerakannya berdasarkan keyakinan
sistem, cara perjuangan dan jalan yang telah ditempuh oleh persyarikatan. Hal
itulah yang menjadi salah satu factor keberhasilan Muhammadiyah dalam
menyatukan jamaah yang terdiri dari orang-orang yang “mengajak” (yad’una), seperti yang termaktub dalam
Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran, ayat 104: “Dan
hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.”
Menyeru atau mengajak mengandung arti aktif
dan dinamis, yang di dalamnya ada rencana serta arahan kepada orang lain untuk
menyadari dan melakukan tindakan yang bermakna dan bermaslahat. Dengan
demikian, setiap anggota Muhammadiyah terus-menerus berada di tengah masyarakat
untuk melaksanakan dakwah dan amal/usaha Muhammadiyah. Jelas, bahwa faktor
manusia yang memiliki kesadaran dan kemauan untuk selalu bergerak dengan
komitmen yang tinggi sangat menentukan peranan Muhammadiyah sebagai gerakan
Islam, da’wah amar ma’ruf nahi mungkar dan tajdid. (MPK PP Muhammadiyah, 2015: 16-17).
IMM
sebagai bagian dari Angkatan Muda Muhammadiyah, memiliki posisi yang paling
strategis untuk menghimpun dan membina para mahasiswa pada umumnya untuk di
bentuk menjadi individu yang akademis dan berkarakter paripurna, sebagai
pemimpin persyarikatan, umat dan bangsa di masa depan. IMM yang memiliki tujuan
agung dalam AD IMM Bab III Pasal 7 yaitu “Mengusahakan
terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan
Muhammadiyah”, menjadi penegasan bahwa IMM harus senantiasa menjadi barisan
intelektual Muhammadiyah di tataran kampus khususnya dan masyarakat luas pada
umumnya.
Sebagai bagian dari gerakan kader dalam Muhammadiyah orientasi
kekaderan IMM diarahkan pada terbentuknya kader yang siap berkembang sesuai
dengan spesifikasi profesi yang ditekuninya, kritis, trampil, dinamis, utuh.
Kualitas kader yang demikian ditransformasikan dalam tiga lahan aktualisasi
yakni: persyarikatan, umat dan bangsa. Dalam tahapan yang lebih praktis,
akumulasi proses perkaderan diarahkan dalam rangka transformasi dan regenerasi
kepemimpinan IMM disetiap level kepemimpinan.
Target perkaderan utama adalah terinternalisasikan nilai-nilai
perjuangan visi dan misi IMM dan sekaligus terciptanya kader pimpinan yang
memiliki kompetensi dan wawasan yang sesuai dengan level/tingkatan kepemimpinan
masing-masing. Perkaderan Maka dari itu
perkaderan IMM harus di laksanakan secara kontinyu dan maksimal, dalam hal ini
untuk komponen perkaderan utama yaitu Darul Arqam Madya (DAM). DAM merupakan
jenjang perkaderan utama IMM di tingkat kedua, setelah Darul Arqam Dasar (DAD).
(SPI DPP IMM, 2011).
DAM
merupakan perkaderan yang memiliki orientasi mencetak kader yang siap memimpin
IMM di level cabang (Kabupaten) dan daerah (Provinsi). Oleh karenanya, menjadi
sangat esensial untuk menghadirkan sebuah tema yang memiliki tujuan spesifik
dalam hal “meneguhkan kepemimpinan”.
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktivitas kelompok dalam
rangka perumusan dan pencapaian tujuan. (Iswantoro,
2013: 24).
IMM sebagai anak kandung Muhammadiyah, yang di perkuat dalam isi
deklarasi 6 (enam) penegasan IMM poin kedua yaitu “Menegasakan bahwa Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan
IMM”. Makna penegasan itu, memberikan isyarat secara eksplisit bahwa IMM selalu
dan senantiasa di harapkan untuk senada dengan bapak kandungnya (Muhammadiyah)
dalam hal konsep maupun praksis. Oleh sebab itu lah Pimpinan Cabang IMM
Banyumas membuat tema untuk DAM kali ini yaitu “Manifesto Islam Berkemajuan:
Meneguhkan Kepemimpinan IMM, Menuju Indonesia Berkemajuan”.
Istilah “berkemajuan”
atau “kemajuan” telah melekat pada gerakan Muhammadiyah sejak awal. Hal ini
dibuktikan dengan sebuah pernyataan pada tahun 1912, tercantum kata “memajukan”
dalam frasa tujuan Muhammadiyah, yaitu: “memajukan hal agama kepada
anggauta-anggautanja”. Adapun dalam tulisan utuh kiyai Dahlan tahun 1923 yang
berjudul “Tali Pengikat Hidup Manusia” istilah “pemimpin kemajuan Islam”.
Istilah “kemajuan” ini juga di pakai oleh Presiden Soekarno yang termuat dalam
buku Di Bawah Bendera Revolusi (1964)
yang berbunyi: “Islam ialah Perdjoangan, Islam is progress: Islam itu
kemajuan!”. Kata berkemajuan adalah dekat dengan “selalu berpikir” ke depan,
visioner dan selalu one step ahead
dari konsisi sekarang. (PP Muhammadiyah,
2014: 10). Pada Muktamar ke-46 tahun 2010 di Yogyakarta, bahwa Muhammadiyah
pada abad kedua berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan pencerahan.
Gerakan
pencerahan merupakan praksis Islam yang berkemajuan untuk membebaskan,
memberdayakan, dan memajukan kehidupan. Tujuan dari gerakan Islam berkemajuan
ini adalah untuk memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan berupa
kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan lainnya yang
bercorak struktural dan kultural. (Ahmad
Nadjib Burhani, 2016: 40).
Dalam buku
“Indonesia Berkemajuan” ditegaskan, bahwa Muhammadiyah sebagai kekuatan
nasional sejak awal berdirinya pada tahun 1912 telah berjuang dalam pergerakan
kemerdekaan dan melalui para tokohnya terlibat aktif mendirikan Negara Republik
Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Muhammadiyah memiliki
komitmen dan tanggung jawab tinggi untuk memajukan kehidupan bangsa dan negara
sebagaimana dicita-citakan para pendiri bangsa.
Kiprah Muhammadiyah tersebut
melekat dengan nilai dan pandangan Islam yang berkemajuan. (PP Muhammadiyah, 2014: 11). Pendiri
Muhammadiyah sejak awal pergerakannya senantiasa berorientasi pada sikap dan
gagasan yang berkemajuan. Sebab, Muhammadiyah sungguh-sungguh percaya bahwa
Islam merupakan agama yang mengandung nilai-nilai kemajuan.
Islam adalah agama
kemajuan (din al-hadlarah) yang
diturunkan untuk mewujudkan kehidupan umat manusia yang tercerahkan dan membawa
rahmat bagi semesta alam. (Ahmad Najib
Burhani, 2016: 41). Islam berkemajuan merupakan identitas yang telah ada
sejak kelahiran Muhammadiyah dan dipakai kembali saat ini yang senantiasa
berusaha untuk mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, dan
itulah yang menjadi kunci pokok dari gagasan Islam berkemajuan tersendiri.
Oleh
karena itu, Muhammadiyah dan umat Islam merupakan bagian integral dari bangsa
ini. Dalam hal ini, tidak ada bukti yang lebih kuat dari pada peran historis
mereka didalam membangun Indonesia sejak periode pergerakan kebangkitan
nasional hingga masa kemerdekaan. (PP
Muhammadiyah, 2014: 43).
Sementara itu,
dalam kehidupan kebangsaan Muhammadiyah mengagendakan revitaslisasi visi dan
karakter bangsa, serta semakin mendorong gerakan mencerdaskan kehidupan bangsa
yang lebih luas sebagaimana cita-cita kemerdekaan. Dalam menghadapi berbagai
persaingan peradaban yang tinggi dengan bangsa-bangsa lain dan demi masa depan
Indonesia yang lebih maju maka diperlukan transformasi mentalitas bangsa ke
arah pembentukan manusia Indonesia yang berkarakter kuat.
Manusia yang berkarakter
kuat dicirikan oleh kapasitas mental yang membedakan dari orang lain seperti
keterpercayaan, ketulusan, kejujuran, keberanian, ketegasan, ketegaran, kuat
dalam memegang prinsip, dan sifat-sifat khusus lainnya yang melekat dalam
dirinya. Sementara nilai-nilai kebangsaan lainnya yang harus terus dikembangkan
adalah nilai-nilai spititualitas, solidaritas, kedisplinan, kemandirian,
kemajuan, dan keunggulan. (Kuntowijoyo
dkk, 1995: 64-65).
Contoh konkrit Islam berkemajuan yang aktualisasikan
dalam beberapa bidang umum seperti pendidikan, kesehatan, panti asuhan dan lain
sebagainya. Sekolah-sekolah dibangun untuk mencerdaskan anak bangsa,
universitas didirikan guna mencetak guru-guru yang akan diterjunkan ke seluruh
pelosok negeri, pesantren dibuat untuk menjaga tradisi ilmu dan mencetak muballighin yang akan ber-dakwah di
desa-desa. Panti asuhan dibangun untuk mengimplementasikan tauhid sosial. Rumah
sakit dan PKU didirikan di seluruh penjuru kota sebagai ikhtiar mengamalkan
surat Al-Ma’un. (Haedar Nashir, 2006:
58-59).
Wallohu a'lam.
Banyumas, 10 Desember 2017.
Comments
Post a Comment