Sebelumnya saya menulis tentang “Soal
Manajemen Rasa”. Kali ini saya tertarik untuk mengangkat pembasan tentang “Soal
Manajemen Perhatian”. Sebenarnya soal manajemen rasa ini, sudah memiliki
ketertarikan sejak 4 bulanan yang lalu, oleh karena berbagai hal, maka tulisan
ini baru bisa saya suguhkan kepada pembaca hari ini.
Berbicara tentang manajemen perhatian,
sebenarnya tidak berbeda jauh dengan manajemen rasa. Keberbedaan terletak pada
sudut “perhatian”nya. Perhatian disini memiliki ruang dan dimensi yang sangat
luas. Saking luasnya ruang dan dimensi tersebut, maka perlu dilakukan spekulasi
yang proporsional. Misalnya dengan cara melihat, sudut-sudut realitas yang
paling sering/memiliki intensitas dalam perjumpaan sehari-hari.
Spekulasi kilat saya menemukan bentuk yang
paling memiliki intensitas perhatian, yaitu perhatian terhadap diri sendiri dan
orang lain. Dalam kehidupan ini, tidaklah mungkin kita menghindari dua hal
tersebut, ialah diri dan orang lain/pihak lain.
Manajemen Perhatian Diri.
Soal perhatian terhadap diri sendiri. Hal ini
memiliki pengertian bahwa, diri kita ini merupakan hal yang berharga. Berharga disini
bukan dalam arti bisa diperjual-belikan, namun merupakan hal yang tidak boleh
diacuhkan dan diabaikan. Cara memposisikan dengan baik dan benar dalam urusan
diri sendiri adalah dengan memperhatikannya. Disinilah urgensitas untuk
menghadirkan manajemen perhatian. Manajemen perhatian, memiliki arti yang
sederhana, ialah sebuah cara untuk memperhatikan diri secara tepat, untuk
selanjutnya diarahkan terhadap sesuatu yang dituju.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, bagaimana
bentuk manajemennya? Pertanyaan tersebutlah yang kemudian perlu kita tanggapi
dan wajib kita respon dengan bijak. Mengenai manajemen perhatian terhadap diri
ini, berkait erat dengan perkara fisik sampai urusan non fisik. Fisik berkait
erat dengan kebutuhan asupan makanan, bagusnya ya 4 sehat 5 sempurna, dan hal tersebut
memerlukan manajemen, dalam artian ketepatan perencanaan, pelaksanaan, dan
perbaikan.
Sedangkan manajemen diri dalam wilayah non fisik
berkaitan erat dengan hal yang substansial, dalam arti menyentuh sisi-sisi
terdalam dan signifikan. Dari mulai tujuan hidup, sampai hobi. Tujuan hidup
kita adalah ibadah, serta menjadi kholifah di Bumi. Kalau hobi, mempunyai arti
kecenderungan pada dirikita masing-masing, yang memiliki sifat dinamis, artinya
berkembang dari waktu ke waktu. Hobi disini memiliki keragaman yang mega
kompleks, dari kecenderungan, misalnya pegawai atau pengusaha, dan lain
sebagainya yang tidak memiliki keterbatasan jenisnya.
Dalam hal manajemen perhatian terhadap diri disini, kita
memiliki “ideologi” bahwa masing-masing manusia memiliki fadhilah (keutamaan),
atau istilah yang detailnya bahwa kita masing-masing punya nomor seri yang
diciptakan Tuhan, itulah titipan-Nya yang kita harus kejar terus-menerus. Komposisi
dan proporsi fadhilah ini per-orang atau individunya beragam jenisnya, yang tidak
untuk dipertandingkan, akan tetapi untuk dielaborasi dan dikolaborasikan. Kompetisinya
hanya boleh fastabiqul khoirot, dan mari kita bekerja sama untuk menemukan diri
kita yang sesungguhnya, seminimal-minimalnya berangkat dari kecenderungan kita
masing-masing.
Manajemen Perhatian Orang Lain.
Dalam soal manajemen perhatian terhadap orang lain ini,
sama sekali berbeda dengan soal manajemen terhadap diri. Berbeda yang saya
maksudkan bukan berarti dikotomis dan fakultatif, akan tetapi sejatinya antara
diri dan orang lain itu tetap memiliki relasi yang memiliki keterikatan dan
keterkaitan. Bagaimanapun realitas manusia sebagai makhluk individu sekaligus
manusia menjadi makhluk sosial adalah sesuatu yang tak dapat dinafikan.
Manajemen perhatian pada orang/pihak lain ini,
sederhananya berarti jalinan relasi atau hubungan diri dengan orang lain. Jembatan
yang menghubungkan antara diri dengan orang lain ini, menggunakan komunikasi,
baik verbal maupun non verbal, yang terucap dan tidak terucap. Ini penting
untuk di “menej” dengan baik, sebab tidak sedikit orang yang “gagal” dalam
membangun hubungan dengan orang lain. Artinya ini terjadi sebab kegagalan
manajemennya.
Kasus pembunuhan, perceraian, perkelahian, tawuran,
sikat-sikut kepentingan, potong-memotong hak, pemerkosaan, pelecehan, rasisme,
pemberontakan, dan sederet hal-hal yang berkaitan dengan kegugupan dan
kegagapan manajemen terhadap orang lain ini. Ini bukanlah suatu hal yang bisa
dianggap remeh begitu saja, namun wajib hukumnya untuk dihadirkan perhatian
yang tepat dan akurat.
Manajemen terhadap orang lain ini, bisa kita latih dengan
meyakini dalam hati dan ketabahan dalam pikiran. Mulai dari yakin bahwa hidup
ini kita sedang menghadapi manusia yang itu bukanlah hewan atau tumbuhan. Manusia
masing-masing memiliki sistem nilai ideologis dan kebudayaannya, yang perlu
waspada dalam hal menjalin relasi-relasi.
Untuk menanggulangi kegagalan menaruh perhatian terhadap
diri dan orang lain, kita sudah diberikan pedoman man ‘arofa nafsahu faqod ‘arofa
robbahu, untuk semaksimal-maksimalnya memberikan peluang penerimaan dan
menyodorkan kemanfaatan kepada diri dan orang/pihak lain. Mari kita sama-sama
melakukan agenda rekonsiliasi diri, untuk diarahkan energi aktual pada
kemaslahatan yang rahmatan lil ‘alamin.
Wallohu a’lam.
Purworejo, 11 September 2019.
Mantaaap pak kakops
ReplyDeleteaamiin. terimakasih 😊
ReplyDelete